Peluncuran Disney+ di Korea Selatan pada November 2021 awalnya diproyeksikan sebagai langkah besar untuk bersaing dengan platform streaming populer lainnya, seperti Netflix. Didukung oleh katalog konten yang luas dari perusahaan induknya, Disney+, sayangnya, masih menghadapi kesulitan dalam menarik jumlah pelanggan yang signifikan. Untuk merespons tantangan ini, platform tersebut akhirnya menerapkan strategi harga yang lebih agresif. Meskipun diskon signifikan telah diberlakukan, Disney+ masih tertinggal jauh dari pesaing utamanya.
Di tengah persaingan ketat di industri streaming, Disney+ memperkenalkan penawaran paket tahunan Standard dan Premium dengan potongan harga mencapai 40%. Dengan biaya bulanan mulai dari 4.950 won (Rp 56 ribu) hingga 6.950 won (Rp 79 ribu), platform ini berharap dapat menarik lebih banyak pelanggan di pasar Korea Selatan. Namun, data terbaru dari Mobile Index menunjukkan bahwa pengguna aktif bulanan (MAU) Disney+ hanya sekitar 2,56 juta orang pada Februari lalu, jauh tertinggal dari Netflix yang memiliki 13,45 juta pengguna aktif.
Disney+ juga harus bersaing dengan platform lokal seperti Coupang Play dan Tving, yang masing-masing memiliki lebih dari 6,8 juta pengguna. Meskipun pada September 2023, Disney+ sempat melihat lonjakan pengguna hingga 4,3 juta MAU berkat kesuksesan serial Moving, peningkatan ini ternyata tidak bertahan lama.
Dalam upaya untuk tetap relevan di pasar yang kompetitif ini, Disney+ tampaknya harus melakukan evaluasi lebih lanjut, baik dari segi konten maupun strategi pemasaran.
Berita ini membuktikan betapa sulitnya menembus pasar yang sudah didominasi oleh pemain kuat. Bagi pembaca, cerita ini memberikan pelajaran tentang pentingnya adaptasi cepat dalam dunia bisnis digital. Kesuksesan sebuah layanan tidak hanya bergantung pada kualitas konten, tetapi juga pada kemampuan memahami kebutuhan konsumen lokal dan menjaga daya saing harga secara konsisten.