Dalam era globalisasi, kekuatan paspor menjadi indikator penting kemudahan akses lintas batas. Survei Henley Passport Index (HPI) 2025 memberikan gambaran jelas tentang dinamika mobilitas internasional dan bagaimana strategi diplomatik memengaruhi status paspor sebuah negara.
Singapura kembali membuktikan dominasinya sebagai negara dengan paspor paling kuat di dunia pada 2025. Negara ini menawarkan hak bebas visa atau izin tinggal otomatis ke lebih dari 193 destinasi global, menciptakan peluang bisnis, pendidikan, dan pariwisata tanpa batas bagi warganya. Kebijakan luar negeri proaktif serta hubungan diplomatik yang solid dengan berbagai negara menjadi rahasia kesuksesannya.
Tidak hanya itu, infrastruktur transportasi udara modern dan jaringan maskapai penerbangan global juga memperkuat daya tarik Singapura sebagai pusat mobilitas regional. Faktor-faktor tersebut menjadikan negara ini contoh nyata bagaimana strategi nasional dapat meningkatkan nilai paspor secara signifikan.
Malaysia berada di posisi kedua terkuat dalam kawasan ASEAN, menempati ranking ke-11 secara global. Dengan kemampuan bebas visa ke 181 negara, Malaysia menunjukkan komitmen kuat terhadap diplomasi ekonomi dan budaya. Salah satu faktor penopangnya adalah kerjasama erat dengan blok-blok perdagangan utama seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Brunei Darussalam, meskipun lebih kecil dalam hal populasi, tidak kalah tangguh dengan akses bebas visa ke 164 destinasi. Negara ini memanfaatkan sumber daya alamnya untuk membangun citra positif di kancah internasional, sekaligus menjaga hubungan baik dengan mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Jepang.
Indonesia berada di ranking ke-71 secara global, dengan hak bebas visa ke 74 negara. Meski angka ini masih rendah dibanding negara-negara tetangga, ada harapan besar bahwa Indonesia dapat memperbaiki posisinya melalui langkah-langkah strategis. Program bebas visa untuk beberapa negara Asia Tenggara dan Eropa Timur telah dimulai, namun implementasi lebih luas diperlukan.
Keberhasilan Indonesia dalam memperluas jaringan diplomatik bergantung pada kemampuan pemerintah untuk membangun keyakinan internasional. Hal ini termasuk meningkatkan reputasi sebagai negara yang aman dan stabil, serta memenuhi standar imigrasi global. Kolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional seperti IATA juga menjadi prioritas penting.
Di sisi lain spektrum, Afghanistan tetap menduduki posisi terendah dalam indeks paspor dunia. Warga negara ini hanya memiliki akses bebas visa ke 25 negara, sebuah cerminan langsung dari konflik politik dan ketidakstabilan keamanan yang berkepanjangan. Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya stabilitas domestik dalam menentukan kekuatan paspor suatu negara.
Faktor-faktor seperti perang saudara, intervensi luar negeri, dan kurangnya dukungan sistemik membuat Afghanistan kesulitan untuk mengembangkan jaringan diplomatik yang efektif. Kasus ini mengingatkan kita bahwa kekuatan paspor bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga kondisi sosial-politik yang mendukung.
Menatap masa depan, ASEAN memiliki potensi besar untuk meningkatkan peringkat paspornya secara kolektif. Kerjasama regional yang lebih erat, seperti harmonisasi aturan imigrasi dan pembentukan zona perdagangan bebas, dapat menjadi solusi jitu. Selain itu, investasi dalam teknologi digital untuk mempermudah proses migrasi juga menjadi langkah maju.
Indonesia sendiri harus fokus pada peningkatan soft power melalui promosi budaya, pariwisata, dan pendidikan. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan reputasi internasional, tetapi juga membuka pintu bagi lebih banyak negara untuk memberikan fasilitas bebas visa kepada warga negara Indonesia.