Pasar
Investor Indonesia Meningkatkan Preferensi terhadap Obligasi Daripada Saham
2025-03-20

Pergeseran minat investor dari saham menuju obligasi semakin signifikan di tanah air. Hal ini didorong oleh performa imbal hasil yang lebih menguntungkan pada obligasi dibandingkan dengan indeks saham. Data menunjukkan bahwa Bloomberg Indonesia Local Sovereign Bond (BINDO) mencatat kenaikan sebesar 4,66% selama tahun 2024, sementara Jakarta Stock Exchange Composite Index (JCI) justru merosot sebesar 2,19%. Tren ini berlanjut ke awal tahun 2025, di mana obligasi domestik masih unggul secara year to date (YTD). Investor domestik seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun bahkan tercatat aktif dalam akumulasi kepemilikan obligasi.

Dari sudut pandang ekonomi global, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi faktor pendorong utama bagi para pelaku pasar untuk memilih instrumen obligasi sebagai bentuk perlindungan nilai investasi mereka. Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga melihat adanya tren migrasi portofolio investasi global yang mengarah pada pengurangan alokasi modal di sektor saham serta beralih ke emas sebagai alternatif lainnya.

Tren ini mencerminkan bagaimana kondisi makroekonomi mempengaruhi keputusan investasi di Indonesia. Seiring dengan penurunan performa IHSG hingga 2,65% pada tahun lalu, investor mulai mencari opsi yang lebih stabil dan aman meskipun dengan return yang relatif lebih rendah.

Menurut analis dari Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, preferensi investor terhadap obligasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor domestik tetapi juga dinamika global. Dalam sebuah diskusi minggu lalu, ia menjelaskan bahwa ketidakpastian ekonomi internasional mendorong banyak investor untuk mencari safe haven seperti obligasi negara berkembang.

Banyak lembaga keuangan besar seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun telah memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan holding obligasi mereka. Statistik menunjukkan bahwa selama periode tersebut, institusi-institusi ini melakukan pembelian bersih senilai Rp103,9 triliun di pasar obligasi lokal. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ritel dan asing yang masing-masing menyokong Rp107,2 triliun dan Rp34,6 triliun.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, juga memberikan perspektif serupa. Ia menyoroti perubahan pola investasi global yang kini tidak lagi dominan di Amerika Serikat saja. Diversifikasi portfolio menjadi strategi penting bagi investor untuk menghadapi volatilitas pasar saham.

Meskipun saham tetap memiliki daya tarik tertentu, khususnya bagi investor yang mencari potensi pertumbuhan jangka panjang, obligasi tetap menjadi andalan bagi mereka yang ingin menghindari risiko besar dalam situasi ekonomi yang tidak pasti. Ke depan, para ahli memprediksi bahwa tren ini akan terus berlangsung hingga ada pemulihan signifikan di pasar modal global maupun domestik.

more stories
See more