Keberhasilan Iran dalam lolos ke Piala Dunia 2026 membawa perhatian internasional pada kemungkinan hambatan politik yang muncul seiring rencana pembatasan visa oleh pemerintahan Donald Trump. Dalam laporan terbaru, usulan larangan perjalanan baru melibatkan 43 negara, termasuk Iran, Sudan, dan Venezuela, yang berpotensi menggagalkan partisipasi mereka dalam turnamen bergengsi ini. Persoalan ini menyoroti ketidakpastian terkait kesiapan Amerika Serikat sebagai salah satu tuan rumah bersama Kanada dan Meksiko.
Pada musim semi tahun 2025, kebijakan imigrasi kontroversial di Amerika Serikat memicu kekhawatiran serius terkait pelaksanaan Piala Dunia 2026. Setelah berhasil mengamankan tiket menuju turnamen akbar tersebut melalui kemenangan atas Uni Emirat Arab dan hasil imbang kontra Uzbekistan, Iran kini harus menghadapi tantangan besar untuk mengirim delegasi resmi ke ajang tersebut. Laporan dari New York Times mengungkap bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan penghentian sementara penerbitan visa kepada warga dari 43 negara, termasuk Iran yang masih masuk dalam daftar Negara Sponsor Terorisme versi AS.
Situasi ini menjadi lebih rumit karena mayoritas pertandingan babak gugur akan diselenggarakan di wilayah Amerika Serikat. FIFA juga diprediksi tengah mencari solusi alternatif, seperti merancang undian agar Iran dapat menjalani semua pertandingan grupnya di wilayah Kanada atau Meksiko. Namun, opsi ini dianggap merusak prinsip kesetaraan dalam kompetisi global.
Berbagai kendala visa telah menjadi isu lama di kancah olahraga internasional di AS. Sejarah mencatat bahwa tim-tim dari Amerika Tengah dan Karibia kerap mengalami kesulitan administratif saat berpartisipasi dalam kompetisi regional, seperti Liga Champions Concacaf. Hal ini memperkuat argumen bahwa sistem imigrasi AS kurang mendukung penyelenggaraan acara-acara olahraga skala global.
Dengan Olimpiade Musim Panas 2028 juga akan berlangsung di Los Angeles, sorotan dunia semakin tertuju pada kemampuan AS untuk menyambut para atlet dan pendukung dari seluruh penjuru bumi.
Dari perspektif jurnalis, situasi ini menunjukkan pentingnya harmonisasi antara diplomasi olahraga dan kebijakan politik nasional. Jika tidak ditangani dengan bijaksana, Piala Dunia 2026 berisiko menjadi simbol perpecahan alih-alih persatuan. Semoga, langkah-langkah konkret dapat diambil untuk memastikan setiap peserta dapat hadir tanpa hambatan berlebihan, sehingga festival sepak bola ini benar-benar mencerminkan semangat inklusivitas dan kebersamaan.