Perbedaan kebiasaan dalam membersihkan diri setelah buang air besar antara masyarakat Timur dan Barat menjadi topik menarik. Budaya menggunakan tisu di dunia Barat terkait erat dengan faktor historis, geografis, dan pola konsumsi. Sejarah mencatat bahwa metode kebersihan ini berkembang seiring perubahan teknologi dan iklim. Meskipun cebok dengan air lebih higienis menurut penelitian ilmiah, penggunaan tisu telah menjadi bagian dari identitas budaya di negara-negara beriklim dingin.
Penggunaan tisu sebagai alat pembersih berasal dari inovasi kertas yang pertama kali ditemukan di Cina. Namun, cuaca dingin dan pola konsumsi rendah serat memperkuat preferensi tisu di Barat. Di sisi lain, masyarakat tropis dan mereka yang mengonsumsi makanan tinggi serat lebih cocok menggunakan air karena efektivitasnya dalam menghilangkan kotoran secara menyeluruh.
Tradisi kebersihan setelah buang air besar telah berevolusi selama berabad-abad. Dari awalnya yang melibatkan dedaunan, batu, atau bahkan tangan kosong, praktik ini berkembang sesuai kondisi lingkungan dan perkembangan teknologi. Misalnya, masyarakat Romawi kuno menggunakan batu, sedangkan komunitas di Timur Tengah memprioritaskan air sebagai bagian dari ajaran agama mereka. Pada abad ke-16, tisu mulai diperkenalkan di Eropa, tetapi tidak serta-merta dipandang sebagai solusi sempurna.
Keberlanjutan penggunaan tisu oleh masyarakat Barat sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca. Iklim dingin membuat kontak langsung dengan air kurang nyaman, sehingga alternatif seperti tisu menjadi pilihan favorit. Selain itu, kemajuan industri pada akhir abad ke-19 membawa tisu gulung yang mudah digunakan dan tersedia secara massal. Hal ini semakin memperkokoh posisi tisu sebagai alat kebersihan utama di negara-negara non-tropis. Namun, meskipun demikian, air tetap dianggap lebih efektif dalam menghilangkan bakteri dan kuman.
Selain faktor iklim, pola konsumsi juga memainkan peran penting dalam menentukan kebiasaan kebersihan. Masyarakat Barat yang banyak mengonsumsi makanan rendah serat menghasilkan kotoran yang lebih padat dan kering, sehingga lebih mudah dibersihkan dengan tisu. Sebaliknya, masyarakat Asia, Afrika, dan beberapa wilayah Eropa yang memiliki diet tinggi serat menghasilkan kotoran lebih lembap dan basah, membuat air sebagai pilihan lebih praktis.
Riset ilmiah menunjukkan bahwa menggunakan air lebih efisien dalam menjaga kebersihan tubuh. Air dapat menghilangkan kotoran secara menyeluruh, termasuk bakteri dan kuman yang tertinggal. Namun, kebiasaan menggunakan tisu sudah begitu mendalam dalam struktur sosial Barat sehingga sulit untuk diubah. Budaya ini telah mengakar melalui generasi-generasi, membuat tisu menjadi simbol praktis bagi mereka yang hidup di daerah beriklim dingin. Meskipun ada bukti tentang manfaat air, transisi ke metode baru tetap memerlukan waktu dan adaptasi budaya yang signifikan.