Indonesia telah menjadi sumber utama tanaman herbal kratom yang semakin diminati di berbagai negara. Tanaman ini, asli dari Kalimantan, kini menjadi komoditas bernilai tinggi dengan pasar ekspor yang luas, terutama ke Amerika Serikat dan Eropa. Meski menghadapi tantangan legalitas di beberapa negara, permintaan global terus meningkat, menjadikan industri ini potensial namun memerlukan perhatian khusus dalam hal regulasi dan kualitas produk.
Tanaman herbal yang berasal dari Kalimantan ini telah menjadi salah satu komoditas menjanjikan di pasar internasional. Berdasarkan data resmi, AS menjadi pengimpor terbesar dengan volume mencapai 4.694 ton dan nilai ekspor sekitar US$ 9,15 juta pada tahun 2023. DKI Jakarta, Kalimantan Barat, dan Jawa Timur adalah provinsi-provinsi utama yang mendukung ekspor ini, menyumbang hampir seluruh nilai ekspor nasional. Ini menunjukkan pentingnya penguatan hilirisasi di wilayah penghasil untuk memastikan keberlanjutan dan pengembangan lebih lanjut dari komoditas ini.
Berbagai manfaat kesehatan yang ditawarkan oleh kratom, seperti peningkatan stamina dan meredakan depresi, membuatnya semakin populer. Menurut Menteri Perdagangan, Budi Santoso, sebagian besar produk kratom digunakan sebagai bahan kesehatan. Dalam bentuk bubuk atau sirup, kratom bisa diseduh seperti teh untuk meningkatkan vitalitas tubuh. Meskipun demikian, status perdagangan kratom di dalam negeri masih belum jelas. Hingga saat ini, belum ada aturan khusus yang mengatur peredaran kratom di pasar domestik. Namun, izin ekspor telah diberikan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 dan 21 Tahun 2024.
Meskipun permintaan global terus meningkat, kratom menghadapi tantangan terkait legalitasnya di beberapa negara. Di AS, meski permintaannya tinggi, status legalitasnya belum mendapat pengesahan penuh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Namun, masyarakat Amerika tetap membeli banyak produk berbasis kratom, baik secara online maupun di toko-toko ritel, sehingga menjadi industri senilai US$ 1 miliar. Sementara itu, Jepang dan Jerman mengizinkannya dalam penggunaan terbatas, dan India menjadi salah satu pasar ekspor terbesar dengan kebijakan yang lebih longgar.
Di dalam negeri, kratom sempat menuai kontroversi dan disebut sebagai "narkoba baru." Namun, setelah melalui berbagai kajian dan pertimbangan pemerintah, statusnya kini berubah. Saat ini, kratom tidak lagi termasuk dalam daftar narkotika golongan 1, dan peredarannya lebih bebas. Industri ini menuntut perhatian serius dalam menjaga kualitas produk agar dapat memenuhi standar global yang terus berkembang. Dengan demikian, Indonesia harus fokus pada peningkatan kualitas dan regulasi untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor ini.