Pasar
Putra Kartini yang Menolak Bayang-bayang Kebesaran Ibu Kandungnya
2025-03-29

Pilihan hidup yang diambil oleh Soesalit, putra satu-satunya dari R.A. Kartini, memperlihatkan sikap luar biasa dalam menghadapi kesempatan dan kejayaan. Sebagai anak dari seorang tokoh besar yang dikenal luas karena pemikirannya yang visioner, Soesalit justru menolak untuk memanfaatkan nama besar ibunya demi mencapai kesuksesan pribadi. Meskipun lahir dalam keluarga pejabat tinggi dengan ayah sebagai Bupati Rembang dan ibu sebagai simbol perjuangan emansipasi wanita, Soesalit memilih jalan yang berbeda.

Karier militer menjadi jalur yang dipilih Soesalit setelah menolak tawaran menggantikan ayahnya sebagai bupati. Pada tahun 1943, dia bergabung dengan tentara Jepang dan kemudian menjadi bagian dari Pembela Tanah Air (PETA). Setelah Indonesia merdeka, dia terlibat aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat Republik Indonesia, sehingga karier militernya semakin cemerlang. Dalam beberapa pertempuran melawan Belanda, keterampilan strategisnya mendapatkan pengakuan, hingga pada tahun 1946 ia diangkat sebagai Panglima Divisi II Diponegoro. Jabatan ini sangat strategis karena bertugas menjaga ibukota negara di Yogyakarta.

Berkarya tanpa mengumbar identitas keluarganya adalah filosofi hidup yang dipegang teguh oleh Soesalit. Meski jarang orang mengetahui bahwa dia adalah putra dari R.A. Kartini, sosok yang selalu menginspirasi banyak generasi, Soesalit tetap fokus pada tanggung jawabnya sebagai seorang prajurit. Bahkan saat pensiun, dia tidak meminta hak-hak veteran, meskipun bisa saja hidup lebih sejahtera jika mengungkapkan statusnya sebagai anak satu-satunya dari tokoh nasional tersebut. Jenderal Nasution menyaksikan betapa Soesalit lebih suka hidup sederhana daripada memanfaatkan bayang-bayang nama besar ibunya.

Melalui sikap rendah hati dan dedikasi terhadap bangsa, Soesalit memberikan teladan bahwa keberhasilan bukanlah tentang asal-usul atau warisan, tetapi tentang usaha dan integritas. Prinsip hidupnya mengingatkan kita bahwa nilai-nilai seperti kejujuran dan kerja keras harus selalu didahulukan dalam meniti karier maupun kehidupan. Hidup sederhana yang dipilihnya sampai akhir hayat pada tahun 1962 membuktikan bahwa kebesaran sesungguhnya datang dari karakter, bukan dari ketenaran nama keluarga.

more stories
See more