Kebijakan terbaru mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia menunjukkan perubahan signifikan dalam pengelolaan hukum bisnis. Penerapan prinsip business judgment rule yang diadopsi dalam UU Nomor 1 Tahun 2025 memberikan ruang bagi BUMN untuk dioperasikan secara lebih fleksibel sebagai entitas komersial. Namun, meskipun statusnya bukan lagi penyelenggara negara, kewajiban hukum tetap berlaku jika ada indikasi tindak pidana korupsi.
Pemerintah memastikan bahwa langkah-langkah penegakan hukum tidak akan melemah, bahkan dengan adanya aturan baru ini. Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, aparat penegak hukum memiliki hak penuh untuk mengambil tindakan terhadap pejabat BUMN yang melakukan praktik-praktik menyimpang. Ia menekankan bahwa setiap keputusan bisnis yang diambil harus didasarkan pada perencanaan yang matang, sehingga kerugian usaha akibat situasi tak terduga tidak serta merta menjadi alasan pelanggaran hukum. Sebaliknya, niat jahat atau kelalaian dalam proses pengambilan keputusan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Untuk mencegah potensi pelanggaran, Kementerian BUMN telah meningkatkan kolaborasi strategis dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. Langkah ini dilakukan guna menjaga integritas manajemen di sektor BUMN. Menteri BUMN Erick Thohir juga menegaskan bahwa tidak ada perlindungan khusus bagi individu yang terlibat dalam kasus korupsi. Pengawasan ketat dilakukan melalui tambahan fungsi deputi di lingkup kementerian, yang salah satu tugas utamanya adalah mendeteksi dini potensi praktik korupsi.
Penerapan prinsip business judgment rule bukan berarti memberikan kebebasan tanpa batas kepada BUMN dalam operasionalnya. Sebaliknya, inisiatif ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, transparan, dan bertanggung jawab. Dengan dukungan dari institusi penegak hukum serta sistem pengawasan internal yang kuat, diharapkan BUMN dapat berkembang sebagai motor penggerak ekonomi nasional sambil tetap menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan keadilan.