Dalam pernyataan resmi mereka, FESMI dan PAPPRI menyampaikan bahwa isu ini melibatkan jauh lebih banyak daripada sekadar nama besar Agnez Monica. Ini adalah panggilan untuk mempertimbangkan kembali sistem hukum hak cipta yang ada demi menjaga ekosistem musik Indonesia tetap produktif dan adil.
Ketegangan antara para pelaku industri musik semakin menjadi sorotan setelah Pengadilan Niaga mengambil keputusan yang dinilai kontroversial oleh kalangan profesional musik. Menurut Direktur Hukum FESMI, Panji Prasetyo, keputusan ini dapat menciptakan preseden buruk jika tidak ditangani dengan hati-hati. Dalam perspektif hukum, kebijakan yang dikeluarkan Pengadilan Niaga harus memberikan ruang bagi penyelesaian konflik secara adil dan transparan.
Tantangan utama yang muncul adalah ketidakpastian hukum yang bisa merusak harmoni kerja sama antara pencipta lagu, musisi, dan produser. Jika hal ini tidak diatasi, maka akan sulit bagi industri musik untuk berkembang secara optimal. Oleh karena itu, FESMI dan PAPPRI menekankan perlunya evaluasi mendalam agar sistem hukum hak cipta dapat berjalan sesuai tujuan awalnya, yakni melindungi semua pihak yang terlibat.
Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, Marcell Siahaan, menyoroti pentingnya pendekatan kolaboratif dalam menyelesaikan konflik di dunia musik. Ia menegaskan bahwa kasus yang dialami Agnez Monica bukanlah akhir dari cerita, melainkan awal dari pembelajaran yang lebih besar. Melalui kasus ini, semua pihak diharapkan dapat bersama-sama merekonstruksi prioritas mereka untuk membangun ekosistem musik yang lebih baik.
Rekonsiliasi dianggap sebagai solusi strategis yang dapat membawa industri musik Indonesia ke arah yang lebih kondusif. Dengan cara ini, para pelaku industri dapat bekerja sama dalam rangka menciptakan lingkungan yang saling menguntungkan. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga martabat profesi musisi serta mendukung kreativitas tanpa batasan.
FESMI dan PAPPRI mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang potensi risiko yang dihadapi jika putusan tersebut tidak dikaji ulang. Salah satu ancaman utama adalah gangguan terhadap sistem royalti yang saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Sistem ini dirancang untuk memastikan distribusi penghasilan secara adil kepada semua pihak yang terlibat dalam proses produksi musik.
Ketidakpastian hukum dapat berdampak negatif pada musisi, pencipta lagu, serta elemen lain yang bergantung pada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Jika sistem ini runtuh, maka akan sulit bagi para pelaku industri untuk mempertahankan sumber pendapatan mereka. Oleh karena itu, langkah-langkah preventif harus segera diambil untuk menghindari kerugian yang lebih besar di masa depan.
Sinergi antar-pelaku industri musik sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ekosistem kreatif. FESMI dan PAPPRI menekankan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk mereformasi struktur industri musik Indonesia. Dengan melakukan refleksi atas tantangan yang dihadapi, semua pihak dapat berkolaborasi dalam menciptakan aturan main yang lebih adil dan inklusif.
Pendekatan sinergis ini juga bertujuan untuk meningkatkan kompetensi industri musik nasional di tingkat global. Dengan dukungan hukum yang kuat dan sistem distribusi royalti yang efektif, Indonesia dapat menjadi pemain utama dalam industri musik internasional. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk memastikan bahwa semua pihak dapat berkembang secara berkelanjutan.