Film terbaru dari sutradara ternama, Teddy Soeriaatmadja, berjudul "Mungkin Kita Perlu Waktu," membawa penonton pada perjalanan emosional yang mendalam. Tayang perdana di bioskop mulai 15 Mei 2025, film ini menggambarkan kompleksitas hubungan keluarga yang retak akibat kehilangan seorang anak. Acara gala premiere film ini diadakan pada Selasa (6/5/2025) di XXI Epicentrum, Jakarta, dengan kehadiran seluruh pemain utama serta tim produksi dari tiga rumah produksi besar: Kathanika Films, Adhya Pictures, dan Karuna Pictures. Kisahnya memfokuskan pada dinamika keluarga kecil yang berjuang melalui rasa duka masing-masing, dengan karakter Ombak, seorang remaja yang merasa terabaikan, menjadi sorotan.
Dalam suasana malam yang penuh haru, Gala Premiere film "Mungkin Kita Perlu Waktu" resmi digelar di XXI Epicentrum, Jakarta, pada awal bulan Mei 2025. Hadir dalam acara tersebut adalah para pemain inti, termasuk Bima Azriel, Lukman Sardi, Sha Ine Febriyanti, serta Naura Hakim, bersama sang sutradara Teddy Soeriaatmadja dan kru pembuat film dari Kathanika Films, Adhya Pictures, dan Karuna Pictures. Film ini bercerita tentang sebuah keluarga yang hancur akibat duka mendalam setelah kehilangan putri sulung mereka. Ayah, Restu, dimainkan oleh Lukman Sardi, mencoba menjaga keteguhan meski menyimpan amarah dan kesedihan yang terpendam. Ibunya, Kasih, diperankan oleh Sha Ine Febriyanti, tenggelam dalam kesunyian yang begitu menyayat hati. Sedangkan anak laki-laki mereka, Ombak, yang diperankan oleh Bima Azriel, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang dingin dan terabaikan.
Bima Azriel berhasil mencuri perhatian dengan performa aktor muda yang menawan. Ia menghidupkan karakter Ombak sebagai seorang remaja yang tersesat di antara beban keluarga yang tidak terlihat. Dengan gerakan tubuh dan tatapan mata yang sederhana namun kuat, Bima mampu menyampaikan derita tanpa kata-kata. Untuk mempersiapkan diri, Bima melakukan riset mendalam dan berdiskusi dengan Teddy Soeriaatmadja, sehingga ia dapat merepresentasikan karakter Ombak secara autentik.
Sebagai seorang jurnalis, film ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya komunikasi dalam keluarga. Melalui kisah yang menyentuh, Teddy Soeriaatmadja berhasil mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki cerita dan luka yang sering kali tidak tampak dari luar. Inspirasi terbesar dari film ini adalah perlunya waktu dan pengertian untuk menyembuhkan luka batin, baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitar kita. Film ini benar-benar mengajarkan bahwa sunyi bukanlah solusi, tetapi dialog yang jujur bisa menjadi jalan keluar dari keterpurukan keluarga.