Momen Lebaran selalu identik dengan pulang kampung dan berkumpul bersama sanak saudara. Namun, bagi Larassati Kusnandar, tradisi tersebut dihadapi dengan cara yang unik. Ia menjelaskan bahwa sejak beberapa tahun terakhir, dirinya dan keluarga memutuskan untuk merayakan hari raya di Cibinong, Jawa Barat. Pilihan ini menjadi solusi praktis karena banyaknya anggota keluarga yang tinggal jauh, seperti di Palembang, Bengkulu, hingga Padang. Dengan demikian, Lebaran di Cibinong memberikan kesempatan bagi mereka untuk tetap menjalin silaturahmi tanpa harus melakukan perjalanan panjang.
Pengalaman ini mencerminkan bagaimana modernitas membentuk pola perayaan tradisional. Meskipun tidak bisa berkumpul di kampung halaman, Larassati dan keluarganya tetap mempertahankan esensi Lebaran dengan merangkul nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi bukanlah faktor utama dalam menciptakan momen istimewa selama Lebaran.
Tidak lengkap rasanya jika perayaan Lebaran tidak diisi dengan hidangan khas yang menjadi simbol kehangatan keluarga. Larassati menceritakan bahwa pempek dan rendang adalah menu wajib yang selalu tersaji di meja makan. Selain itu, ia juga menyebutkan keberadaan kue sempret sebagai salah satu favoritnya. Kue ini memiliki tekstur unik karena ditekan dengan garpu sehingga menciptakan tampilan yang menarik.
Pemaduan antara kuliner tradisional dan inovasi sederhana seperti kue sempret mencerminkan dinamika budaya Indonesia. Di satu sisi, masyarakat tetap mempertahankan warisan leluhur melalui masakan tradisional. Di sisi lain, kreativitas dalam mengolah bahan-bahan sederhana menjadi bentuk apresiasi terhadap keanekaragaman kuliner lokal. Larassati sendiri mengungkapkan bahwa kehadiran hidangan-hidangan ini tidak hanya memuaskan lidah, tetapi juga membangkitkan kenangan indah bersama keluarga.
Berbeda dari kebanyakan orang yang sepenuhnya menikmati libur Lebaran, Larassati Kusnandar mengaku tetap disibukkan dengan pekerjaannya. Ia menyebutkan bahwa bahkan pada malam menjelang Lebaran, dirinya masih terlibat dalam proses syuting hingga pukul 03.00 dini hari. Meskipun begitu, Larassati menjadikan pengalaman ini sebagai bentuk rezeki yang harus disyukuri.
Attitude positif Larassati menjadi contoh nyata tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi. Baginya, Lebaran bukan hanya tentang beristirahat, tetapi juga tentang bersyukur atas segala anugerah yang diterima. Pengalaman ini mengajarkan kita bahwa momen-momen spesial dapat dijumpai di setiap aspek kehidupan, termasuk dalam dunia kerja.
Perubahan cara merayakan Lebaran oleh Larassati Kusnandar mencerminkan adaptasi generasi milenial terhadap tradisi lama. Dalam era digital, komunikasi jarak jauh menjadi lebih mudah, sehingga memungkinkan seseorang untuk tetap menjalin hubungan meskipun berada di lokasi yang berbeda. Larassati dan keluarganya berhasil menunjukkan bahwa kehangatan Lebaran tidak hanya bergantung pada tempat, tetapi lebih kepada niat dan kebersamaan.
Selain itu, pendekatan modern dalam merayakan Lebaran juga tercermin melalui pemanfaatan teknologi untuk memperkuat interaksi sosial. Misalnya, video call atau panggilan telepon dapat digunakan sebagai alternatif untuk bertemu langsung. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi dapat berkembang sesuai dengan zaman tanpa kehilangan makna dasarnya.