Setelah tiga tahun memimpin daftar, Wina kehilangan posisi puncak sebagai kota paling layak huni dunia. Gantinya, ibu kota Denmark, Copenhagen, menduduki peringkat pertama dalam survei tahunan Economist Intelligence Unit (EIU). Penilaian ini melibatkan evaluasi terhadap 173 kota global berdasarkan lima kategori utama: stabilitas, layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, serta lingkungan. Copenhagen mencatat nilai sempurna dalam tiga kategori penting, yaitu stabilitas, pendidikan, dan infrastruktur. Sementara itu, beberapa kota mengalami penurunan signifikan akibat tekanan sosial-politik atau sistem layanan kesehatan yang kurang memadai.
Di sisi lain, Jakarta menunjukkan perkembangan positif dengan naik sepuluh tingkat dari posisi sebelumnya. Namun, kota-kota seperti Damaskus, Tripoli, Dhaka, Karachi, dan Algiers tetap berada di urutan terbawah sebagai kota paling tidak layak huni.
Copenhagen berhasil menyalip Wina untuk menjadi kota paling layak huni di dunia berdasarkan laporan EIU tahun 2025. Evaluasi ini mengacu pada kinerja kota dalam lima bidang utama, yakni stabilitas, kesehatan, pendidikan, infrastruktur, serta lingkungan. Dengan meraih skor sempurna di tiga kategori utama, ibu kota Denmark ini menempati posisi pertama secara global. Di sisi lain, Wina turun ke peringkat kedua bersama Zurich, Swiss, karena penurunan drastis dalam aspek stabilitas akibat insiden ancaman bom baru-baru ini.
Dalam konteks global, kenaikan peringkat juga dirasakan oleh beberapa kota besar. Melbourne, Australia, tetap mempertahankan posisinya di urutan keempat, disusul Jenewa di tempat kelima. Selain itu, dinamika perubahan terlihat pada beberapa kota yang jatuh dari 10 besar. Calgary, Kanada, misalnya, turun hingga ke posisi ke-18 akibat performa buruk dalam bidang layanan kesehatan. Tekanan panjang atas fasilitas medis negara tersebut membuat mereka kehilangan poin signifikan. Situasi serupa dialami oleh kota-kota Inggris seperti London, Manchester, dan Edinburgh yang mengalami penurunan peringkat karena ketidakstabilan sosial-politik.
Jakarta mencatat kemajuan signifikan dalam daftar EIU tahun 2025 dengan meningkat sepuluh peringkat dibandingkan tahun sebelumnya. Kini, ibu kota Indonesia berada di posisi ke-132 setelah sebelumnya berada di posisi ke-142. Kemajuan ini didorong oleh peningkatan stabilitas lokal, meskipun masih ada ruang untuk perbaikan lebih lanjut di berbagai sektor. Sementara itu, kondisi kota-kota di bagian bawah daftar belum banyak berubah dalam satu tahun terakhir. Damaskus, Suriah, tetap berada di posisi terakhir sebagai kota paling tidak layak huni, diikuti oleh Tripoli, Libya, yang berada tepat di atasnya.
Berbicara tentang kota-kota terbawah, Dhaka, ibu kota Bangladesh, berada di posisi ketiga dari bawah, sementara Karachi di Pakistan dan Algiers di Aljazair menempati posisi keempat dan kelima sebagai kota paling tidak layak huni. Faktor-faktor seperti konflik politik, ekonomi yang lemah, serta minimnya akses infrastruktur dasar menjadi penyebab utama rendahnya peringkat mereka. Sebaliknya, kota-kota seperti Copenhagen membuktikan bahwa komitmen terhadap pembangunan infrastruktur dan stabilitas dapat memberikan dampak besar terhadap kualitas hidup masyarakat urban.