Perdebatan mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter spesialis kandungan-kebidanan di Garut memicu perhatian luas di media sosial. Isu ini juga menyoroti proporsi gender dalam profesi tersebut. Prof Yudi Mulyana Hidayat, Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), menjelaskan bahwa tren gender dalam profesi ini telah mengalami kemajuan signifikan, dengan rasio antara wanita dan pria hampir mencapai keseimbangan.
Banyak faktor yang memengaruhi dominasi laki-laki dalam bidang ini, termasuk tuntutan fisik yang berat serta tanggung jawab menyelamatkan dua nyawa secara bersamaan. Selain itu, pendidikan lanjutan yang membutuhkan ketahanan mental dan stamina tinggi serta jadwal kerja yang tidak teratur menjadi alasan mengapa beberapa dokter wanita kurang tertarik pada spesialisasi ini.
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia medis melihat perubahan besar dalam komposisi gender di kalangan dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Data dari POGI menunjukkan peningkatan jumlah wanita yang bergabung dalam profesi ini, yang dulunya didominasi oleh laki-laki. Sekarang, perbandingan gender menjadi lebih seimbang dibandingkan masa lalu.
Peningkatan ini merupakan hasil dari kesadaran akan pentingnya diversitas gender dalam praktik medis, terutama di bidang yang berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi wanita. Banyak wanita yang semakin percaya diri untuk mengejar karier dalam spesialisasi ini, meskipun tantangan tetap ada. Transformasi ini menunjukkan perkembangan positif dalam masyarakat medis modern.
Meskipun tren gender telah meningkat, masih ada berbagai faktor yang memengaruhi minat wanita untuk masuk ke bidang ini. Salah satu kendala utama adalah beban kerja yang sangat tinggi, baik dalam hal pendidikan maupun praktik sehari-hari. Tuntutan fisik dan mental yang berat membuat beberapa calon dokter wanita ragu untuk memilih spesialisasi ini.
Profesi dokter kandungan memerlukan ketahanan ekstra karena sering kali harus siaga selama 24 jam tanpa istirahat. Operasi yang rumit, seperti pengangkatan tumor atau pengobatan kanker, dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk dikuasai dan membutuhkan fokus total selama prosedur. Selain itu, tekanan emosional akibat tanggung jawab menyelamatkan dua nyawa sekaligus juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi gender dalam profesi ini.