Deputi Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menjelaskan bahwa asumsi terkait ketidakberlakuan hukum bagi direksi dan komisaris perusahaan pelat merah adalah salah kaprah. Hal ini berkaitan dengan pengesahan Undang-Undang BUMN yang baru. Menurutnya, undang-undang ini bertujuan untuk memisahkan fungsi BUMN sebagai korporasi dari tanggung jawab keuangan negara secara langsung. Selama transisi berlangsung, tindakan korporasi tetap diatur oleh berbagai regulasi termasuk hukum pidana dan perdata.
Dalam sidang bersama Komisi VI DPR pada hari Selasa (6/5), Wakil Menteri BUMN menegaskan bahwa revisi undang-undang ini mencakup banyak aspek seperti perseroan terbatas, hukum pidana, pasar modal, serta kepailitan. Pernyataan tersebut dikeluarkan menyusul spekulasi bahwa para pemimpin BUMN mendapatkan perlindungan hukum khusus setelah disahkannya UU BUMN baru.
Di tengah reformasi ini, pemerintah menegaskan bahwa semua aktivitas keuangan negara dalam konteks PSO dan subsidi tetap dapat diaudit. Dengan demikian, jika terjadi penyelewengan atau fraud, para pelaku tetap dapat diproses sesuai hukum yang berlaku. Pemisahan antara fungsi korporasi dan fungsi PSO dilakukan demi menghindari kebingungan dalam pelaksanaan.
Tiko juga menyampaikan bahwa koordinasi dengan lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kejaksaan Agung akan terus dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Menurutnya, langkah ini tidak memberikan kekebalan kepada siapa pun, melainkan memperjelas batas-batas tanggung jawab hukum antara BUMN sebagai entitas bisnis dan penyedia layanan publik.
Berlokasi di gedung DPR RI Jakarta, pembahasan ini menjadi sorotan utama dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan BUMN.
Dari sudut pandang jurnalis, informasi ini memberikan kesan positif terhadap arah reformasi BUMN. Langkah pemisahan fungsi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional sekaligus menjaga integritas manajemen perusahaan pelat merah. Secara umum, ini menjadi contoh bagaimana regulasi dapat digunakan untuk membentuk lingkungan bisnis yang lebih adil dan transparan tanpa mengorbankan prinsip akuntabilitas nasional.