Dalam wawancaranya, mantan pemain legendaris Manchester United, Teddy Sheringham, mengungkapkan perbedaan signifikan antara strategi serangan di eranya dengan saat ini. Menurutnya, sistem yang diterapkan sekarang kurang mendukung para penyerang karena fokus utama bukan pada penyediaan peluang berkualitas tinggi melalui umpan sayap, tetapi lebih kepada tendangan langsung oleh pemain sayap itu sendiri. Dulu, dengan sosok seperti David Beckham dan Ryan Giggs, para striker mendapatkan dukungan maksimal dalam bentuk umpan-umpan presisi ke kotak penalti.
Strategi ini berbanding terbalik dengan pendekatan modern yang cenderung menempatkan pemain sayap untuk mencetak gol secara mandiri. Hal ini membuat para penyerang seperti Marcus Rashford kesulitan mendapatkan pasokan bola yang memadai untuk meningkatkan produktivitas gol mereka.
Pada masa Teddy Sheringham membela Manchester United, permainan sayap menjadi elemen penting dalam strategi serangan tim. Dengan adanya dua pemain sayap kelas dunia seperti David Beckham dan Ryan Giggs, para striker mendapat banyak peluang lewat umpan silang yang akurat dan presisi. Kombinasi ini menciptakan dinamika ofensif yang sangat efektif.
Ketika Sheringham masih aktif bermain, tugas pemain sayap jelas terdefinisikan. Mereka bertanggung jawab untuk memberikan servis berkualitas tinggi kepada para penyerang di kotak penalti. Beckham dengan crossing andalannya dari sisi kanan serta Giggs yang lincah dari kiri menciptakan sinergi sempurna. Pendekatan ini tidak hanya memberikan banyak peluang bagi penyerang tetapi juga memaksimalkan potensi kolektif tim. Sheringham menjelaskan bahwa era tersebut menunjukkan betapa pentingnya jalur suplai yang konsisten dalam sebuah tim besar.
Saat ini, Manchester United tampaknya telah menggeser paradigma permainan sayap mereka. Pemain sayap modern seperti Marcus Rashford dan Alejandro Garnacho lebih difokuskan untuk mencetak gol secara mandiri daripada berfungsi sebagai penyedia peluang bagi penyerang. Strategi ini menyebabkan kurangnya pasokan bola berkualitas tinggi ke area penalti lawan.
Menurut Sheringham, tren ini muncul akibat perubahan gaya bermain yang lebih menyoroti individualisme daripada kolaborasi. Para pemain sayap saat ini kerap kali memilih untuk menusuk ke dalam dan menembak daripada memberikan umpan kepada penyerang. Hal ini membuat para striker kekurangan peluang berkualitas. Meskipun strategi baru ini bisa saja efektif dalam beberapa situasi, namun secara keseluruhan, ia cenderung menurunkan produktivitas gol tim secara kolektif. Sheringham menekankan perlunya keseimbangan antara individualisme dan kerja sama tim agar Manchester United dapat kembali meraih kesuksesan di lini depan.