Upaya pemerintah dalam mengelola keuangan negara terus dihadapkan pada tantangan defisit. Berdasarkan laporan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, hingga akhir Februari tahun 2025, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mencatat defisit sebesar Rp 31,2 triliun. Meskipun angka ini hanya menyentuh 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun tetap menjadi perhatian serius bagi pengelola ekonomi nasional.
Di tengah kondisi tersebut, para ahli mulai menyoroti pentingnya solusi inovatif untuk meningkatkan pendapatan negara. Salah satu ide yang muncul adalah melalui implementasi pengampunan pajak. Advokat ternama, Hotman Paris, menyatakan bahwa jika saja negara berhasil mengumpulkan sekitar 4 persen dari dana yang tersimpan secara ilegal, maka jumlah tersebut bisa memberikan kontribusi ratusan triliun rupiah kepada kas negara. Pendekatan ini diyakini sebagai salah satu cara efektif untuk memperkuat perekonomian nasional.
Pengampunan pajak bukan hanya solusi sementara, tetapi juga langkah strategis yang dapat membawa manfaat jangka panjang bagi negara. Dengan adanya kesadaran akan pentingnya transparansi keuangan, warga negara diharapkan turut berkontribusi melalui pembayaran pajak yang lebih inklusif dan bertanggung jawab. Selain itu, kebijakan ini dapat mendorong stabilitas ekonomi serta mendukung program-program pembangunan yang berkelanjutan demi kesejahteraan bersama.