Warga Palestina di Jalur Gaza, khususnya selama periode pengeboman intensif oleh Israel, menggunakan media sosial sebagai alat utama untuk menyuarakan ketakutan mereka. Sejak serangan besar-besaran pada Oktober 2023, warga telah mengungkapkan perasaan putus asa dan harapan melalui unggahan terakhir serta surat perpisahan di platform digital. Mereka tidak hanya berbagi cerita tentang serangan brutal tetapi juga kekurangan dasar seperti makanan dan air akibat blokade Israel. Situasi semakin memburuk dengan meningkatnya korban jiwa, termasuk 112 warga Palestina yang tewas dalam satu hari pada April 2025.
Dalam suasana penuh ketegangan di musim semi yang dingin, suara-suara dari Jalur Gaza menyeru dunia internasional untuk mendengarkan derita mereka. Pada hari-hari terakhir bulan Maret hingga awal April 2025, serangan Israel mencapai puncaknya, dengan lebih banyak korban tewas dibandingkan sebelumnya. Kota Rafah di bagian selatan menjadi saksi bisu perjuangan jurnalis Abdallah Alattar, yang dengan nada pilu mengucapkan selamat tinggal kepada dunia. Di tempat lain, Abubaker Amed, seorang jurnalis olahraga dari Deir al-Balah, merenung bahwa masyarakat internasional tampaknya telah membiarkan Gaza tanpa pertolongan.
Gambar-gambar dari lapangan menunjukkan kehancuran total; bangunan runtuh, jalanan kosong, dan rintihan kesedihan yang memenuhi udara. Salah satu video dari Nour, seorang wanita muda, merekam momen tragis ketika bom meledak dekat dengan rumahnya, menambahkan lapisan baru pada kengerian perang. Dengan latar belakang tangisan wanita-wanita, dia menuliskan pesan yang menggambarkan keputusasaan yang dirasakan banyak orang di Gaza—bahwa kali ini, mungkin mereka tidak akan selamat.
Bukan hanya ancaman dari atas langit saja yang mereka hadapi. Blokade ketat oleh Israel membuat pasokan makanan dan air menjadi sangat langka. Pesan-pesan darurat tersebar luas di media sosial, meminta bantuan internasional agar tindakan nyata dilakukan untuk mengakhiri penderitaan tersebut.
Di tengah semua ini, suara dari Gaza adalah panggilan untuk empati global dan perlindungan hak asasi manusia.
Dari perspektif seorang jurnalis, situasi di Gaza mengingatkan kita betapa pentingnya memperhatikan suara-suara yang sering terpinggirkan dalam narasi politik dunia. Peristiwa ini bukan sekadar konflik antarbangsa, tetapi soal keadilan dan kemanusiaan yang harus diperjuangkan bersama-sama. Dunia harus bergerak cepat, karena setiap detik yang terbuang bisa berarti hilangnya sebuah nyawa di Gaza.