Menurut pernyataan resmi dari Kremlin, Uni Eropa dianggap sebagai penghalang dalam upaya diplomasi antara Rusia dan Amerika Serikat untuk menyelesaikan konflik Ukraina. Juru bicara Dmitry Peskov menyampaikan bahwa sikap Eropa yang mendukung kekerasan telah melemahkan peluang perdamaian. Ia juga mencatat bahwa sejak kepemimpinan Donald Trump kembali ke Gedung Putih, Washington mulai membicarakan perdamaian sementara Eropa tetap berbicara tentang perang.
Dalam diskusi tingkat tinggi yang melibatkan Moskow dan Washington, terdapat harapan akan kesepakatan damai. Namun, langkah-langkah Eropa, seperti rencana pengadaan persenjataan senilai USD840 miliar dan pembahasan pengerahan tentara penjaga perdamaian ke Ukraina, dinilai memperpanjang permusuhan.
Berdasarkan wawancara dengan majalah Prancis Le Point, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyoroti bagaimana Uni Eropa tidak hanya mengabaikan upaya diplomatik AS-Rusia tetapi juga secara aktif memperpanjang konflik Ukraina. Menurutnya, Eropa tampaknya tidak memiliki independensi politik dan sepenuhnya bekerja sesuai agenda mantan administrasi Joe Biden. Perubahan ini menjadi lebih jelas setelah kepulangan Donald Trump ke Gedung Putih.
Peskov menjelaskan bahwa sikap Eropa saat ini bertentangan dengan pendekatan baru yang ditempuh oleh Washington. Sementara Amerika Serikat mulai fokus pada dialog damai, Eropa tetap teguh dengan dukungan militer besar-besaran kepada Ukraina. Hal ini tercermin dari rencana Komisi Eropa yang mengusulkan pengadaan persenjataan bernilai ratusan miliar dolar. Selain itu, negara-negara barat seperti Inggris dan Prancis bahkan membahas kemungkinan pengerahan pasukan penjaga perdamaian ke wilayah konflik, sebuah tindakan yang diperingatkan oleh Rusia dapat memperburuk situasi.
Upaya diplomasi antara Rusia dan Amerika Serikat untuk menyelesaikan konflik Ukraina telah dilakukan melalui beberapa pertemuan tingkat tinggi selama tahun ini. Namun, proses tersebut terhambat oleh sikap keras Uni Eropa yang terus mendukung langkah militer. Ini membuat harapan atas terobosan damai semakin sulit dicapai karena sikap Eropa yang dianggap melemahkan upaya-upaya mediasi.
Sementara Rusia dan Amerika Serikat berupaya menemukan solusi damai melalui dialog langsung, Eropa malah memperkuat posisinya dengan meningkatkan bantuan militer kepada Ukraina. Langkah ini termasuk rencana pengadaan senjata senilai USD840 miliar yang diusulkan oleh Komisi Eropa guna melawan ancaman Rusia. Selain itu, pertemuan para pemimpin pertahanan Eropa Barat, terutama Inggris dan Prancis, membahas strategi pengerahan tentara penjaga perdamaian ke Ukraina, meskipun ada peringatan dari Moskow bahwa tindakan ini bisa memperpanjang konflik lebih jauh. Dengan demikian, peran Eropa dalam konflik ini tidak hanya memperumit diplomasi tetapi juga memperbesar risiko eskalasi.