Kejaksaan Agung Indonesia baru-baru ini mengungkapkan kasus dugaan korupsi yang terkait dengan pengadaan laptop dalam program digitalisasi pendidikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selama periode 2019-2022. Program ini bertujuan untuk mendukung pembelajaran jarak jauh selama pandemi serta meningkatkan kompetensi guru melalui teknologi informasi dan komunikasi. Anggaran sebesar Rp9,9 triliun dialokasikan untuk pengadaan perangkat tersebut, tetapi investigasi menunjukkan adanya indikasi pemufakatan jahat terkait jenis laptop yang dipilih.
Pihak Kejaksaan menemukan bahwa rekomendasi penggunaan Chromebook didasarkan pada kajian yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan teknologi pendidikan. Namun, hasil uji coba sebelumnya telah membuktikan bahwa Chromebook tidak efektif sebagai alat pembelajaran. Hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dalam skala besar.
Saat pandemi melanda Indonesia, Kemendikbud bergerak cepat untuk menyediakan perangkat elektronik bagi lebih dari 77 ribu sekolah di seluruh negeri. Tujuannya adalah mencegah kerugian pembelajaran atau "learning loss" dengan memberikan akses kepada siswa dan guru terhadap teknologi modern. Proyek ini mencakup distribusi laptop, modem 3G, dan proyektor guna mendukung pembelajaran jarak jauh serta pelaksanaan asesmen nasional berbasis komputer.
Pengadaan dilakukan secara bertahap selama empat tahun dengan alokasi anggaran yang signifikan. Total dana yang digunakan mencapai Rp9,9 triliun, yang berasal dari dua sumber utama yaitu anggaran Satuan Pendidikan senilai Rp3,58 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp6,399 triliun. Langkah ini diambil agar semua sekolah dapat mengadopsi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran modern. Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menjelaskan bahwa tujuan utamanya adalah memastikan bahwa sistem pendidikan tetap berfungsi dengan baik meskipun tantangan global terus berlangsung.
Meskipun niat awal program pengadaan laptop tampak positif, penyelidikan oleh Kejaksaan Agung mengungkapkan adanya praktik yang tidak sesuai dengan prinsip integritas. Investigasi menunjukkan bahwa ada pemufakatan jahat yang mengarah pada pemilihan jenis laptop tertentu, yakni Chromebook, tanpa mempertimbangkan efektivitasnya. Hasil uji coba sebelumnya menunjukkan bahwa Chromebook kurang optimal sebagai alat belajar, namun kajian teknis tetap merekomendasikan penggunaannya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa skenario pengadaan Chromebook dibuat melalui arahan khusus kepada tim teknis. Praktik ini dicurigai merugikan keuangan negara karena pengadaan dilakukan tanpa memperhatikan hasil evaluasi sebelumnya. Selain itu, penggunaan Chromebook yang tidak sesuai dengan kebutuhan pembelajaran juga menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi program. Kasus ini menjadi perhatian penting karena melibatkan anggaran besar dan potensi dampak buruk terhadap kualitas pendidikan nasional.