Pengaturan sektor jasa keuangan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam ranah hukum perdata. Sebagai salah satu regulator utama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sering kali menjadi pihak yang diseret ke meja hijau akibat sengketa antara nasabah dan institusi keuangan. Menurut Ketua Dewan OJK, Mahendra Siregar, kasus-kasus ini banyak muncul dari sektor perbankan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam sebuah rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta beberapa waktu lalu. Selain wilayah Jabodetabek, sengketa-sengketa ini juga tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Selain menangani gugatan di bidang perbankan, OJK juga fokus pada penegakan hukum secara umum. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, menjelaskan bahwa periode 2019-2025 mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah gugatan perdata. Gugatan-gugatan ini tidak hanya melibatkan bank, tetapi juga lembaga non-bank seperti perusahaan asuransi, pembiayaan, bahkan pinjaman daring atau peer-to-peer lending. Penanganan perkara semacam ini dilakukan oleh kuasa hukum internal OJK untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.
Kenaikan jumlah perkara perdata yang ditangani OJK setiap tahunnya mencerminkan pentingnya pengawasan dan perlindungan konsumen di sektor keuangan. Melalui keterbukaan data dan upaya penyelesaian sengketa, OJK menunjukkan komitmennya untuk menciptakan sistem keuangan yang adil dan transparan. Dengan demikian, semua pihak dapat merasa terlindungi dalam melakukan transaksi keuangan, sehingga meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri ini. Langkah-langkah ini membuktikan bahwa stabilitas ekonomi nasional dapat tercapai melalui tata kelola yang baik dan tanggung jawab sosial yang tinggi.