Di era digital seperti sekarang, privasi seringkali menjadi korban dari kebebasan berbicara dan akses informasi yang mudah diperoleh. Namun, setiap individu memiliki hak atas privasinya, termasuk informasi tentang kesehatan mereka. Privasi bukan hanya soal menyembunyikan sesuatu; melainkan menjaga harga diri dan martabat seseorang. Ketika seseorang menderita penyakit tertentu, apakah itu fisik atau mental, mereka berhak untuk menentukan siapa saja yang boleh mengetahui hal tersebut.
Baim Wong, dalam pernyataannya, menegaskan pentingnya menjaga privasi kesehatan. Ia juga berbagi pengalamannya dengan ujian psikologis yang telah dilaluinya. Hasilnya, ia tidak menemukan masalah mental yang signifikan. Pengalaman ini menjadi pelajaran bagi banyak orang bahwa privasi kesehatan bukan hanya tentang rasa malu, tetapi lebih kepada penghormatan terhadap hak dasar manusia.
Menyebarluaskan informasi kesehatan seseorang tanpa persetujuan dapat berdampak sangat merugikan. Jika informasi tersebut benar, pasien bisa mengalami stigma sosial yang sulit dihilangkan. Misalnya, seseorang dengan riwayat gangguan mental mungkin akan dianggap lemah oleh masyarakat, padahal proses penyembuhan dan pemulihan mereka sama pentingnya dengan kondisi fisik lainnya. Stigma ini dapat memengaruhi karier, hubungan interpersonal, bahkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Jika informasi tersebut ternyata salah, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai fitnah. Fitnah tidak hanya menyakitkan secara emosional, tetapi juga dapat merusak reputasi seseorang dalam jangka panjang. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk berpikir dua kali sebelum membagikan informasi pribadi milik orang lain, terutama jika berkaitan dengan kesehatan.
Transparansi dalam beberapa situasi memang diperlukan, misalnya ketika seseorang ingin mendapatkan dukungan dari keluarga atau komunitasnya. Namun, transparansi tersebut harus didasarkan pada kehendak sendiri, bukan karena tekanan dari luar. Setiap orang memiliki hak untuk memutuskan apa yang ingin mereka bagikan dan kepada siapa. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap individu sebagai subjek yang mandiri.
Sebagai contoh, dalam lingkungan kerja, karyawan memiliki hak untuk tidak mengungkapkan kondisi kesehatannya kepada atasan atau rekan kerja, kecuali jika hal tersebut memengaruhi pekerjaan mereka. Dengan demikian, perusahaan juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan budaya kerja yang menghargai privasi karyawannya.
Edukasi menjadi elemen penting dalam upaya melindungi privasi kesehatan. Banyak orang masih kurang memahami betapa sensitifnya isu ini. Melalui kampanye-kampanye edukasi, masyarakat dapat diajak untuk lebih bijaksana dalam menggunakan informasi yang mereka peroleh. Pendidikan ini tidak hanya ditujukan pada individu biasa, tetapi juga pada profesional medis yang memiliki akses langsung terhadap data kesehatan pasien.
Profesi medis memiliki etika yang ketat mengenai kerahasiaan pasien. Namun, tantangan modern seperti media sosial membuat batasan ini semakin kabur. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa privasi kesehatan adalah aspek yang tak terpisahkan dari hak asasi manusia.