Siti Aminah menyoroti keluhan terkait pernyataan dari juru bicara Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Menurutnya, pernyataan tersebut dianggap melenceng dari prinsip objektivitas dan kejujuran yang mestinya dianut oleh seorang juru bicara. Dalam konteks ini, ia menegaskan pentingnya penyampaian informasi tanpa campur tangan opini pribadi. Selain itu, Siti juga merujuk pada komitmen Indonesia dalam konvensi internasional mengenai penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, yang menuntut para pejabat negara untuk menghindari sikap atau pernyataan yang mencerminkan stereotip gender.
Dalam pembahasan lebih mendalam, isu ini mencakup perspektif tentang bagaimana pernyataan resmi dapat memengaruhi persepsi masyarakat. Sebagai contoh, ketika seorang juru bicara menyampaikan pesan yang tidak objektif, hal itu bisa memperkuat pola pikir yang tidak adil atau bahkan diskriminatif. Hal ini bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Konvensi ini menekankan perlunya kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ruang publik seperti lembaga hukum.
Pentingnya menjaga integritas sebagai juru bicara menjadi sorotan utama dalam diskusi ini. Juru bicara diharapkan tidak hanya menjadi penghubung antara institusi dan publik, tetapi juga menjunjung tinggi prinsip transparansi dan keadilan. Dengan demikian, setiap pernyataan yang dilontarkan harus didasarkan pada fakta yang jelas dan bebas dari bias pribadi maupun kelompok tertentu.
Pada akhirnya, pembahasan ini menunjukkan bahwa pernyataan resmi dari pejabat publik memiliki dampak besar terhadap masyarakat luas. Oleh karena itu, sangat krusial bagi semua pihak untuk memastikan bahwa setiap kata yang disampaikan sesuai dengan norma-norma etika dan hukum yang berlaku. Langkah ini tidak hanya mendukung upaya penghapusan diskriminasi, tetapi juga memperkuat fondasi demokrasi yang inklusif dan berkeadilan.