Pertikaian mendalam antara Ken Dedes dan Tunggul Ametung mengungkap sisi lain dari hubungan mereka di masa Kerajaan Kediri. Pada suatu hari, ketegangan yang sudah lama terpendam meledak saat Gunung Kelud menunjukkan kekuatannya melalui letusan dahsyat. Dalam suasana tegang ini, Ken Dedes tidak ragu untuk menyampaikan pandangannya tentang sosok para ksatria.
Pendapat tajam Ken Dedes tentang kaum ksatria mencerminkan kritik terhadap cara pemerintahan pada masanya. Menurutnya, para ksatria tidak hanya gagal memperoleh hormat dari rakyat tetapi juga lebih dikenal karena kekejaman dan keserakahan mereka. Ia menekankan bahwa masyarakat hanya takut kepada mereka bukan karena penghormatan, melainkan karena ancaman yang selalu ada. Selain itu, Ken Dedes percaya bahwa kaum brahmana justru memiliki peran penting dalam memberikan pengetahuan dan arahan moral bagi bangsa.
Pemikiran Ken Dedes membuka wawasan baru tentang nilai-nilai yang seharusnya menjadi fondasi kepemimpinan. Melalui dialog ini, ia menegaskan pentingnya pendidikan dan kebijaksanaan sebagai dasar pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang mampu menginspirasi dengan ilmu dan bukan dengan kekuatan semata. Sejarah ini mengajarkan kita bahwa perspektif berbeda dapat memicu transformasi positif dalam masyarakat, menuju dunia yang lebih adil dan berpengetahuan luas.