Pada perayaan Idul Fitri, Israel menutup akses penuh Masjid Ibrahimi di Hebron, Tepi Barat selatan, dari umat Muslim Palestina. Menteri Wakaf Palestina, Mohamed Najm, menyatakan bahwa ini merupakan pelanggaran besar terhadap hak agama dan pengabaian terhadap kesucian ritual keagamaan Islam. Otoritas Israel telah membagi masjid tersebut sejak pembantaian tahun 1994, yang mengakibatkan 63% wilayahnya diperuntukkan bagi orang Yahudi dan sisanya untuk Muslim. Najm menegaskan bahwa ini adalah kali keenam selama bulan Ramadhan ketika Israel menolak membuka seluruh masjid untuk jamaah Muslim.
Dalam suasana politik yang tegang, otoritas Israel melarang umat Islam Palestina dari mengadakan shalat Idul Fitri di Masjid Ibrahimi secara penuh. Lokasi tersebut berada di Kota Tua Hebron, sebuah daerah yang masih berada di bawah pendudukan Israel dan menjadi saksi atas konflik panjang antara kedua belah pihak. Dengan adanya sekitar 400 pemukim ilegal yang dijaga oleh 1.500 tentara Israel, situasi di Masjid Ibrahimi semakin rumit. Sejak pembagian masjid pada tahun 1994, setelah insiden pembantaian yang menewaskan 29 jamaah Palestina, wilayah tersebut tetap menjadi titik kontroversi. Mufti Besar Yerusalem, Sheikh Muhammad Ahmad Hussein, mengumumkan hari Minggu sebagai awal Idul Fitri, namun akses terbatas membuat para jamaah merasa terhalang dalam menjalankan ibadah mereka.
Di tengah meningkatnya ketegangan di Tepi Barat, lebih dari 940 warga Palestina tewas dan hampir 7.000 lainnya terluka akibat serangan oleh pasukan Israel dan pemukim ilegal sejak Oktober 2023. Mahkamah Internasional telah menyatakan pendudukan Israel di wilayah Palestina sebagai ilegal, namun situasi di lapangan tetap memanas.
Dari perspektif seorang wartawan, situasi ini menggambarkan betapa kompleksnya isu agama dan politik di Timur Tengah. Pelarangan akses ke tempat suci tidak hanya mempengaruhi aspek spiritual, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan sistemik yang harus dihadapi oleh masyarakat lokal. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya dialog damai dan penghormatan terhadap hak-hak fundamental semua pihak terlibat.