Gaya Hidup
Jejak Sejarah dan Filosofi Kolak: Makanan Berbuka Puasa yang Kaya Makna
2025-03-06

Kolak, makanan yang tak terpisahkan dari tradisi berbuka puasa, memiliki sejarah panjang yang menarik. Makanan ini telah menjadi bagian penting dalam budaya Indonesia, terutama di Jawa, sejak zaman Kerajaan Hindu-Buddha. Prasasti Watukura pada tahun 902 Masehi mencatat keberadaan makanan serupa yang terbuat dari campuran gula aren dan bahan-bahan lainnya. Kata "kolak" sendiri diyakini berasal dari bahasa Arab, namun asal-usul pastinya masih diperdebatkan. Apa pun itu, kolak adalah hasil akulturasi antara budaya lokal dan Timur Tengah, dengan penggunaan bahan-bahan seperti santan, ubi, dan kolang-kaling. Selain sebagai makanan lezat, kolak juga mengandung filosofi mendalam tentang ke-Islaman dan syukur atas karunia Tuhan.

Makanan manis ini telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Jejak awal makanan serupa dapat ditemukan pada prasasti Watukura yang berasal dari abad ke-10. Pada masa itu, masyarakat Jawa kuno sudah mengonsumsi cairan gula aren yang dicampur dengan berbagai bahan. Secara historis, kata "kolak" mungkin berasal dari bahasa Arab, meskipun ada beberapa interpretasi. Beberapa menyebut bahwa kata tersebut berasal dari "kul laka" yang berarti "makanlah," sementara yang lain mengaitkannya dengan kata "Khalaqa" yang berarti "menciptakan."

Berbagai teori asal-usul kata "kolak" mencerminkan betapa kompleksnya proses akulturasi budaya. Penggabungan unsur-unsur budaya Timur Tengah yang menyukai makanan manis dengan bahan-bahan lokal seperti santan dan ubi telah menciptakan makanan unik ini. Perpaduan ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga membawa makna filosofis yang mendalam. Misalnya, penggunaan pisang kepok dalam kolak merujuk pada konsep "kapok" atau tidak akan berbuat lagi, mengajarkan nilai-nilai etika dan perubahan positif.

Santan, salah satu bahan utama dalam kolak, juga memiliki makna khusus. Menurut sejarawan Fadly Rahman, penggunaan santan dalam kolak melambangkan rasa syukur atas karunia Tuhan. Pohon kelapa, sumber santan, dianggap sebagai pohon kehidupan oleh masyarakat Jawa dan Nusantara. Semua bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan, menjadikannya simbol keseluruhan dan keberlimpahan. Dengan demikian, setiap kali menikmati kolak, kita juga mengingat pentingnya bersyukur dan menghargai anugerah yang kita miliki.

Kolak bukan sekadar makanan semata. Ia merupakan wujud akulturasi budaya yang kaya dan sarat makna. Melalui penggunaan bahan-bahan lokal dan filosofi mendalam, kolak mengajarkan nilai-nilai etika dan spiritualitas. Setiap suapan kolak mengingatkan kita akan pentingnya syukur dan perubahan positif dalam kehidupan sehari-hari.

More Stories
see more