Pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyoroti dimensi politik di balik kebijakan tarif resiprokal yang dicanangkan oleh Amerika Serikat. Menurut JK, langkah Donald Trump ini lebih dipengaruhi oleh faktor politik ketimbang ekonomi. Dalam diskusi yang berlangsung di kediamannya, ia menjelaskan bahwa tarif impor yang ditetapkan berdasarkan komoditas tertentu mencerminkan strategi negara untuk memperkuat daya saingnya secara global. Hal ini mengindikasikan adanya elemen emosional dalam pengambilan keputusan perdagangan tersebut.
Respon pemerintah Indonesia terhadap kebijakan proteksionisme internasional menjadi fokus pembicaraan selanjutnya. Meskipun tantangan ini menimbulkan perhatian di berbagai belahan dunia, Indonesia tetap optimistis dan tidak terlalu khawatir. JK menekankan perlunya pendekatan strategis dalam menghadapi situasi ini, dengan memprioritaskan kepentingan nasional. Ia juga menjelaskan bahwa dampak dari penyesuaian tarif bea masuk impor yang diterbitkan oleh AS harus dipahami secara menyeluruh agar dapat diantisipasi dengan tepat.
Dengan tarif resiprokal yang berkisar antara 10-39%, Indonesia termasuk dalam daftar negara yang mendapatkan persentase cukup tinggi yaitu 32%. Angka ini mencerminkan posisi Indonesia sebagai mitra dagang penting sekaligus tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk domestik. Di tengah dinamika global seperti ini, penting bagi setiap negara untuk membangun kolaborasi yang saling menguntungkan serta menjaga stabilitas ekonomi melalui dialog terbuka dan solusi inovatif.