Perang dagang yang semakin memanas antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah menimbulkan dampak signifikan terhadap pasar saham global, termasuk Indonesia. Setelah Tiongkok menerapkan tarif baru pada produk-produk AS sebagai tanggapan terhadap kebijakan pemerintahan Trump, indeks utama Wall Street mengalami penurunan tajam. Nasdaq anjlok lebih dari 20 persen dari rekor tertinggi bulan Desember lalu, sementara S&P 500 dan Dow Jones juga turun drastis. Beberapa perusahaan besar seperti Apple, Nvidia, dan Tesla menjadi korban langsung dari tarif balasan ini. Selain itu, imbal hasil obligasi Treasury AS turun di bawah 4 persen karena investor mencari perlindungan. Di Indonesia, kebijakan ini diprediksi akan berdampak pada pelemahan IHSG, sehingga diperlukan strategi diversifikasi ekspor untuk menjaga stabilitas pasar.
Pada hari Jumat (4/4), ketegangan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok, mencapai puncaknya. Kementerian Perdagangan Tiongkok mengumumkan pengenaan bea masuk sebesar 34 persen pada semua produk AS, langkah yang bertepatan dengan tarif serupa yang diberlakukan oleh Washington atas barang-barang Tiongkok. Keputusan ini menyebabkan kerugian besar bagi pasar modal global, khususnya di Amerika Serikat.
Dalam situasi yang semakin tidak stabil ini, indeks saham utama AS melihat penurunan dramatis. S&P 500 kehilangan hampir 2,5 persen, sementara Nasdaq Composite jatuh lebih dari 2,8 persen. Selain itu, Dow Jones Industrial Average juga mengalami penurunan signifikan sebesar 2,45 persen. Perusahaan teknologi ternama seperti Apple, Nvidia, dan Tesla mengalami penurunan harga saham yang cukup besar, mencerminkan eksposur mereka yang tinggi terhadap pasar Tiongkok.
Berita buruk ini juga dirasakan di pasar obligasi AS. Imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun kembali turun di bawah 4 persen, menunjukkan aliran investasi menuju aset yang dianggap lebih aman. Pada saat yang sama, bank investasi besar seperti JPMorgan meningkatkan proyeksi kemungkinan resesi tahun ini hingga 60 persen.
Di Indonesia, Vice President Marketing Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, memperkirakan bahwa situasi ini akan memengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ketika pasar dibuka kembali pada awal April 2025. Untuk meredam dampak negatif, pemerintah Indonesia disarankan untuk memanfaatkan kesempatan melalui perjanjian dagang bebas (FTA) dengan negara-negara Asia, Timur Tengah, dan Eropa guna membuka peluang ekspor baru.
Persoalan ini menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam menjaga stabilitas ekonomi global. Dengan adanya langkah-langkah antisipasi yang tepat, Indonesia dapat memitigasi risiko yang muncul dari konflik dagang tersebut.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok adalah contoh nyata bagaimana kebijakan ekonomi satu negara dapat berdampak luas pada seluruh dunia. Sebagai pembaca, kita belajar bahwa perlunya pendekatan kolaboratif dalam menghadapi tantangan global sangatlah krusial. Pemerintah harus aktif mencari solusi alternatif untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional. Selain itu, penting bagi para investor untuk tetap waspada dan siap menghadapi volatilitas pasar di masa mendatang.