Seorang anggota Komisi VI DPR, Firnando Hadityo Ganinduto, menyerukan perlunya tindakan cepat dari pemerintah Indonesia dalam merespons kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang membebankan tarif impor timbal balik sebesar 32% kepada produk-produk Indonesia. Ancaman ini dianggap dapat mengganggu industri lokal, terutama garmen, yang memiliki pasar signifikan di AS. Dengan penurunan ekspor sekitar 8% antara tahun 2023 dan 2024, pemerintah disarankan untuk mencari solusi alternatif seperti relokasi industri atau negosiasi ulang tarif dengan AS.
Dalam pernyataannya, Firnando menekankan urgensi langkah-langkah mitigasi untuk melindungi sektor industri nasional. Pasalnya, AS merupakan salah satu tujuan utama ekspor Indonesia setelah China dan Jepang. "Tarif tinggi tersebut dapat memberi beban berat pada pelaku usaha, terutama yang bergerak di bidang tekstil," ungkapnya. Selain itu, ia juga menyampaikan keprihatinan atas potensi kerugian lebih lanjut jika kondisi ini tidak ditangani secara efektif.
Kebijakan baru ini dikhawatirkan akan berdampak serius pada sektor garmen, di mana banyak perusahaan telah kesulitan menjaga operasional mereka selama beberapa tahun terakhir. Menurut Firnando, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa tarif masuk ke pasar AS harus dipertahankan pada tingkat rendah agar tetap kompetitif. "Kami sudah memperingatkan hal ini kepada Menteri Perdagangan sebelumnya," katanya.
Di tengah tantangan ini, Firnando menyarankan agar Indonesia mempertimbangkan opsi lain seperti memindahkan produksi ke negara-negara dengan risiko lebih rendah. Meskipun demikian, dia tetap berharap hubungan dagang antara kedua negara dapat dipertahankan tanpa hambatan serius. "Pasar AS sangat luas dan memiliki daya beli tinggi, sehingga penting bagi kita untuk menjaga akses ke sana," tuturnya.
Untuk memastikan kelangsungan ekspor ke AS, Indonesia harus meningkatkan upaya diplomasi perdagangan guna menegosiasikan kembali aturan tarif. Setiap kenaikan persentase, bahkan yang kecil sekalipun, dapat berdampak besar pada para pelaku usaha ekspor. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk terus berupaya menjaga volume ekspor ke AS tetap stabil atau bahkan meningkat demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.