Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan menjelang perayaan Lebaran, dengan volatilitas yang cukup tinggi di pasar modal Indonesia. Dalam beberapa jam pertama perdagangan, IHSG tercatat anjlok hingga 3,56% dan sempat menyentuh level terendah di bawah 5.900. Kondisi ini dipengaruhi oleh sentimen negatif baik dari faktor global maupun domestik, termasuk ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya serta dinamika politik dalam negeri.
Pada pagi hari di Jakarta, IHSG dibuka dengan pelemahan sebesar 0,43%, namun tekanan jual meningkat satu jam setelah pembukaan. Pada pukul 10:16 WIB, IHSG melorot hingga 3,56% ke level 6.036, sebelum mulai pulih pada pukul 10:32 WIB menjadi 6.102,18, meskipun tetap melemah sebesar 2,46%. Nafan Aji Gusta dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia menjelaskan bahwa pelemahan IHSG disebabkan oleh revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara G20 yang menurun akibat kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memicu kembali perang dagang global.
Di sisi domestik, dinamika politik dan keamanan yang kompleks juga berkontribusi terhadap ketidakpastian pasar. Investor saat ini menantikan langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk mendorong kebijakan pasar yang lebih progresif. Maximilianus Nicodemus dari Pilarmas Investindo Sekuritas menambahkan bahwa investor cenderung pesimis selama evaluasi kebijakan masih berlangsung, terutama jika IHSG turun di bawah level psikologis 6.000, yang dapat memicu panic selling.
Dari sudut pandang arus modal, para pelaku pasar mengamati kelanjutan aliran dana keluar dari pasar emerging markets menuju negara maju sebagai respons terhadap kebijakan ekonomi baru AS.
Berita ini memberikan gambaran tentang situasi pasar modal Indonesia yang sedang menghadapi tantangan besar dari faktor-faktor luar dan dalam negeri.
Sebagai pembaca atau pelaku pasar, kita bisa belajar pentingnya stabilitas ekonomi global dan nasional dalam mendukung optimisme investor. Kebijakan yang transparan dan inklusif sangat dibutuhkan agar pasar tidak hanya bergantung pada sentimen negatif, tetapi juga dapat merespons positif langkah-langkah strategis dari pemerintah. Selain itu, perlunya pengawasan ketat atas kondisi pasar untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas bagi perekonomian Indonesia.