Pasar
Pelemahan Rupiah di Tengah Ketegangan Perdagangan Global dan Risiko Resesi AS
2025-03-17

Pada hari Senin (17/3/2025), nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan. Penyebabnya adalah ketidakpastian pasar yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS, Donald Trump, serta hasil data neraca perdagangan dari Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun demikian, ada sinyal positif dengan surplus perdagangan Indonesia pada bulan Februari 2025. Namun, ketegangan perdagangan global antara AS dan Uni Eropa semakin meningkat, yang memperburuk volatilitas pasar keuangan dunia.

Kondisi Pasar dan Kebijakan Trump Memicu Pelemahan Rupiah

Pada perdagangan hari Senin, kurs rupiah berada di posisi Rp16.395 per dolar AS, menunjukkan pelemahan sebesar 0,31%. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) juga menguat tipis hingga mencapai angka 103,75 pada pukul 14:55 WIB. Situasi ini disebabkan oleh ancaman tarif baru dari Trump terhadap produk-produk alkohol Eropa, yang memperkeruh situasi perdagangan internasional. Di sisi lain, Uni Eropa juga merencanakan langkah balasan dengan menaikkan bea masuk untuk produk-produk AS seperti wiski.

Dalam konteks geopolitik, harapan gencatan senjata antara Ukraina dan Rusia mulai redup, karena Moskow meminta banyak revisi atas proposal AS. Selain itu, risiko resesi di AS kini menjadi fokus utama para pelaku pasar. Menurut analisis terbaru, kemungkinan resesi di AS bisa mencapai 50%, yang dipicu oleh kebijakan perdagangan protektif Trump.

Di tengah ketegangan global tersebut, Indonesia berhasil mencatat surplus perdagangan sebesar US$ 3,12 miliar pada bulan Februari 2025, berkat kinerja ekspor yang kuat sebesar US$ 21,98 miliar, melebihi impor sebesar US$ 18,86 miliar. Namun, pelaku pasar harus tetap waspada terhadap perkembangan global dalam jangka pendek.

Surplus perdagangan ini memberikan sedikit penopang bagi rupiah, meskipun volatilitas masih tinggi. Dengan adanya ketidakpastian besar di pasar global, mata uang emerging market seperti rupiah tetap rentan terhadap gejolak eksternal.

Dari perspektif domestik, BPS melaporkan hasil perdagangan yang lebih baik dari ekspektasi pasar, sehingga memberikan optimisme bagi pelaku pasar lokal. Namun, tantangan global tetap menjadi faktor utama yang perlu dipantau secara cermat.

Sebagai kesimpulan, meskipun ada sinyal positif dari neraca perdagangan, tekanan eksternal terhadap rupiah masih sangat signifikan.

Dari sudut pandang seorang jurnalis, laporan ini menunjukkan betapa kompleksnya interaksi antara kebijakan perdagangan negara-negara besar dan dampaknya terhadap pasar keuangan global. Bagi pembaca, informasi ini mengingatkan kita bahwa stabilitas ekonomi tidak hanya bergantung pada kondisi domestik, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan kebijakan perdagangan internasional. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus memahami dan memonitor perkembangan global agar dapat membuat keputusan finansial yang lebih bijak.

More Stories
see more