Nilai tukar rupiah mengalami penurunan terhadap dolar AS, sejalan dengan meningkatnya potensi resesi di negeri Paman Sam. Meskipun indeks dolar AS sedikit melemah, sentimen negatif dari ekonomi global, khususnya AS, mempengaruhi pasar keuangan Indonesia. Ekonomi AS menunjukkan tanda-tanda perlambatan, yang diperkuat oleh prediksi dari beberapa lembaga keuangan ternama. Situasi ini menciptakan ketidakpastian dan kehati-hatian di kalangan pelaku pasar.
Pasar keuangan hari ini dipengaruhi oleh dinamika eksternal, terutama kondisi ekonomi AS. Rupiah dibuka lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya, menunjukkan tren pelemahan yang berkelanjutan. Meski demikian, indeks dolar AS juga turun tipis, namun tidak cukup untuk mengimbangi tekanan pada rupiah. Para analis menyatakan bahwa situasi ini mencerminkan ketidakpastian ekonomi global yang semakin tinggi.
Sentimen pasar hari ini didominasi oleh faktor eksternal, khususnya kondisi ekonomi AS. Rupiah dibuka melemah 0,15% di level Rp16.360 per dolar AS. Meski indeks dolar AS (DXY) turun tipis 0,09% ke angka 103,74, hal ini tidak cukup untuk mengangkat nilai rupiah. Kondisi ini sejalan dengan pelemahan rupiah yang terjadi sehari sebelumnya sebesar 0,28%. Ketidakpastian ekonomi global membuat para pelaku pasar semakin berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi.
Ketidakpastian ekonomi global, terutama di AS, menjadi sorotan utama bagi para ekonom. Indikator ekonomi yang memburuk, mulai dari kepercayaan konsumen hingga pertumbuhan ekonomi, menambah kekhawatiran akan risiko resesi. Beberapa lembaga keuangan besar telah menaikkan proyeksi peluang terjadinya resesi di AS dalam waktu dekat.
Para ekonom dari Goldman Sachs telah menaikkan proyeksi risiko resesi di AS selama 12 bulan ke depan dari 15% menjadi 20%. Morgan Stanley pun memprediksi pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan perkiraan sebelumnya. Resesi biasanya ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lemah atau negatif selama dua kuartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun. Sebagai contoh, AS sempat mengalami resesi pada awal tahun 2020 akibat pandemi Covid-19, yang menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan. Situasi ini menambah ketidakpastian dan membuat pelaku pasar semakin berhati-hati.