Harga minyak dunia mengalami penurunan tajam seiring dengan meningkatnya kekhawatiran tentang dampak proteksionisme perdagangan dan ketidakpastian geopolitik. Sentimen risk-off yang semakin kuat di pasar global menekan harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI). Faktor-faktor seperti kebijakan tarif AS, ketegangan antara AS dan negara-negara lain, serta rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi memperburuk situasi ini.
Sentimen pasar dipengaruhi oleh kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Kebijakan ini menciptakan ketidakpastian ekonomi global, yang pada gilirannya menekan permintaan energi. Langkah-langkah proteksionisme tersebut membuat para investor khawatir tentang potensi perlambatan ekonomi, terutama di negara-negara besar seperti China, Kanada, dan Meksiko.
Pasar saham dan aset berisiko lainnya juga mengalami tekanan akibat kebijakan ini. Harga minyak mentah Brent turun ke level US$69,32 per barel, sementara WTI mencapai US$66 per barel. Penurunan ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, sejalan dengan aksi jual di berbagai pasar. Investor khawatir bahwa langkah-langkah proteksionisme dapat merusak pertumbuhan ekonomi global dan menekan permintaan minyak secara signifikan.
Ketegangan geopolitik antara AS dan beberapa negara juga berkontribusi pada volatilitas harga minyak. Ancaman sanksi terhadap Rusia dan ketegangan dengan Iran menambah ketidakpastian dalam pasar energi. Sanksi yang lebih ketat terhadap Rusia dan pencabutan pengecualian untuk pembayaran listrik dari Iran oleh Irak semakin memperbesar risiko geopolitik.
Oleh karena itu, keputusan OPEC+ untuk tetap melanjutkan rencana peningkatan produksi mulai April mendatang menambah tekanan pada harga minyak. Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, menyatakan bahwa rencana ini bisa dibatalkan jika terjadi ketidakseimbangan pasar. Namun, kombinasi faktor-faktor ini menjadikan harga minyak masih berpotensi mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu dekat.