Pada pengumuman terbaru, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperkenalkan tarif impor timbal balik yang mencakup lebih dari 90 negara. Ini dianggap sebagai langkah untuk menyeimbangkan defisit perdagangan AS dengan berbagai mitra dagangnya. Meskipun beberapa negara hanya akan dikenai tarif universal sebesar 10%, negara-negara lain seperti Kamboja dan Vietnam akan menghadapi beban pajak hingga 49% dan 46%. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan produksi dalam negeri serta menyesuaikan kondisi perdagangan antarnegara.
Tarif ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan ekonom tentang potensi kenaikan inflasi dan respon negatif dari mitra dagang. Beberapa pakar memperingatkan bahwa penerapan tarif ini dapat menyebabkan resesi serius baik bagi AS maupun negara-negara lainnya jika reaksi balasan terjadi.
Negara-negara Asia tampaknya menjadi sasaran utama dari tarif baru ini. Lesotho, Kamboja, Laos, dan Vietnam adalah beberapa nama yang masuk dalam daftar negara dengan beban tarif tertinggi. Tarif ini dirancang secara strategis berdasarkan tingkat pungutan moneter yang diterapkan oleh negara-negara tersebut pada produk-produk AS.
Dengan pendekatan "timbal balik" yang diusung Trump, negara-negara Asia harus menghadapi konsekuensi besar. Sebagai contoh, Kamboja menghadapi tarif pajak sebesar 49%, sementara Vietnam dihadapkan dengan angka 46%. Selain itu, China juga mengalami dampak signifikan dengan total tarif lebih dari 60% akibat gabungan dari tarif sebelumnya dan yang baru. Hal ini mencerminkan upaya AS untuk memberlakukan kebijakan perdagangan yang lebih adil sesuai perspektif pemerintahannya.
Penerapan tarif ini dimulai secara bertahap, dengan tarif dasar 10% mulai berlaku pada tanggal 5 April lalu. Sementara itu, tarif tambahan yang lebih spesifik akan mulai diberlakukan pada tanggal 9 April mendatang. Keputusan ini didasarkan pada analisis terhadap berbagai faktor, termasuk regulasi perdagangan nonmoneter yang mempersulit akses produk AS ke pasar global.
Meskipun Trump menegaskan bahwa langkah ini merupakan upaya untuk menyeimbangkan dinamika perdagangan internasional, para ahli meramalkan dampak negatif jangka panjang. Mark Zandi dari Moody’s Analytics menyatakan bahwa penerapan tarif ini berpotensi memicu resesi serius jika negara-negara lain meluncurkan tindakan pembalasan. Selain itu, kenaikan harga produk impor bisa mendorong inflasi di AS, yang pada gilirannya akan mempengaruhi stabilitas ekonomi global secara keseluruhan.