Pakaian yang identik dengan keislaman di Indonesia, baju koko, ternyata memiliki sejarah menarik. Awalnya, baju ini bukan berasal dari Tanah Air melainkan dari China. Meskipun sering diasosiasikan sebagai pakaian ibadah kaum Muslim, asal-usulnya justru terkait dengan perdagangan Tionghoa yang masuk ke Indonesia. Baju ini kemudian diterima oleh masyarakat lokal dan menjadi bagian dari budaya Islam Indonesia. Dengan desain sederhana namun elegan serta harganya yang terjangkau, baju koko menjadi favorit menjelang hari raya Lebaran.
Dalam catatan historis, para pedagang Tionghoa membawa pengaruh budaya mereka ke Indonesia pada masa kedatangan awal. Salah satu warisan budaya tersebut adalah pakaian tradisional yang kemudian dikenal sebagai baju koko. Pada awalnya, baju ini dipakai oleh komunitas Tionghoa non-Muslim, tetapi karena kesederhanaannya dan bahannya yang nyaman, masyarakat setempat mulai mengadopsinya.
Baju koko mendapatkan perhatian lebih ketika para tokoh agama Islam mulai menggunakannya dalam aktivitas sehari-hari maupun saat beribadah. Hal ini memicu masyarakat umum untuk mengikuti tren ini. Para santri dan kelompok masyarakat yang biasa mengikuti jejak ulama pun turut memakai baju ini, sehingga lambat laun baju koko menjadi simbol identitas ke-Islaman.
Saat ini, baju koko telah berkembang menjadi salah satu produk fashion yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Bahannya yang ringan dan proses pembuatannya yang tidak rumit membuat harga baju ini cukup terjangkau, bahkan bagi kalangan ekonomi bawah. Tak heran jika menjelang hari raya Lebaran, penjualan baju koko meningkat secara signifikan.
Sebagai seorang jurnalis, cerita tentang baju koko memberikan kita pelajaran penting tentang interaksi antarbudaya. Ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman, di mana setiap unsur budaya dapat saling berbaur dan menciptakan identitas baru. Fenomena ini juga mengingatkan kita bahwa nilai-nilai universal seperti kenyamanan dan keindahan bisa diterima oleh semua orang tanpa batasan agama atau etnisitas. Sebagai pembaca, mari kita apresiasi sejarah di balik setiap kebiasaan yang ada di sekitar kita.