Persidangan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR di Pengadilan Tipikor Jakarta mengungkapkan tuduhan pencatutan nama petinggi partai oleh mantan kader PDIP, Saeful Bahri. Dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (24/4/2025), tim hukum Hasto Kristiyanto, yang dipimpin Ronny Talapessy, menyoroti penggunaan tidak sah nama Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam konteks transaksi suap terkait PAW Harun. Tuduhan ini didasarkan pada bukti percakapan chat dan pernyataan saksi Donny Tri Istiqomah serta Agustiani Tio Fridelina. Tim hukum menekankan bahwa klaim uang suap berasal dari Hasto tidak dapat dibuktikan, dan kebiasaan Saeful mencatut nama-nama penting telah terungkap melalui persidangan.
Pada hari Kamis di bulan April yang cerah, Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi saksi dari pembukaan fakta mengejutkan terkait kasus dugaan suap PAW anggota DPR. Di tengah persidangan yang memanas, Ronny Talapessy, seorang anggota tim hukum Hasto Kristiyanto, mengungkapkan adanya indikasi kuat pencatutan nama petinggi PDIP oleh eks kader partai tersebut, Saeful Bahri. Salah satu nama yang disebut-sebut adalah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang saat ini sedang menjalani proses sebagai terdakwa.
Ronny menegaskan bahwa tudingan terhadap Hasto terkait aliran dana suap untuk PAW Harun tidak memiliki dasar yang kuat. Hal ini berdasarkan keterangan saksi Donny Tri Istiqomah yang menyebutkan bahwa Saeful sering kali menggunakan nama tokoh penting untuk mendapatkan respon cepat atas permintaannya. Selain itu, keterangan lainnya dari Agustiani Tio Fridelina, mantan Anggota Bawaslu, juga mendukung klaim ini dengan menyebutkan kebiasaan Saeful mencatut nama orang untuk keuntungan pribadi.
Dalam sesi persidangan, Ronny menegaskan bahwa langkah-langkah yang dilakukan terkait PAW adalah bagian dari putusan organisasi partai yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Agung. Ia meminta agar tidak ada upaya framing yang menghubungkan kasus ini langsung kepada pimpinan partai tanpa bukti yang jelas.
Dari sudut pandang seorang wartawan, kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya dunia politik Indonesia, di mana isu pencatutan nama bisa menjadi senjata ganda. Bagi pembaca, laporan ini memberikan pelajaran penting tentang pentingnya integritas dan transparansi dalam setiap langkah yang diambil oleh individu maupun institusi. Kasus ini juga mengingatkan kita bahwa kebenaran harus selalu diutamakan di atas segala bentuk spekulasi atau fitnah.