Presiden Amerika Serikat Donald Trump baru-baru ini mengumumkan langkah besar dengan menerapkan kebijakan tarif global sebesar 10%. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat perekonomian domestik dan menyelesaikan ketidakadilan dalam perdagangan internasional. Namun, klaim bahwa tarif dapat mencegah krisis ekonomi seperti Depresi Besar di masa lalu diperdebatkan oleh para ahli. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tarif pada era Smoot-Hawley justru memperburuk kondisi ekonomi dunia.
Aplikasi tarif saat ini telah berdampak signifikan terhadap konsumen dan bisnis. Para analis khawatir bahwa kebijakan ini akan menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan risiko resesi. Selain itu, tekanan yang ditimbulkan dari ketidakpastian pasar juga menjadi faktor utama dalam pengambilan keputusan investasi.
Pada awal abad ke-20, AS mencoba menggunakan tarif sebagai alat untuk melindungi ekonominya selama periode sulit. Namun, Undang-Undang Tarif Smoot-Hawley tahun 1930 malah memperparah situasi ekonomi global. Bukannya membantu petani AS, kebijakan ini justru memicu perang dagang antarnegara, menghambat perdagangan internasional, dan menyebabkan kenaikan harga barang penting.
Dalam sejarah, kebijakan serupa dilakukan untuk mendukung sektor pertanian yang sedang bergulat dengan persaingan dari Eropa pasca Perang Dunia I. Namun, implementasi tarif secara luas ke semua sektor ekonomi ternyata memiliki dampak negatif yang lebih besar. Negara-negara lain langsung merespons dengan menaikkan tarif mereka sendiri terhadap produk-produk AS, menghentikan arus perdagangan internasional dan membuat depresi semakin parah. Para ahli setuju bahwa tarif ini adalah salah satu penyebab utama memburuknya kondisi ekonomi pada waktu itu. Bahkan, ribuan ekonom menandatangani petisi untuk menolak undang-undang tersebut karena diyakini hanya akan memperburuk krisis.
Tarif yang diberlakukan saat ini tidak hanya memengaruhi hubungan dagang antarnegara tetapi juga langsung dirasakan oleh konsumen dan pelaku usaha. Pengenaan pajak tambahan pada barang impor membuat harga-harga melonjak, sehingga masyarakat memiliki lebih sedikit uang untuk dibelanjakan. Selain itu, ketidakpastian yang dihasilkan dari kebijakan ini mendorong perusahaan untuk menunda investasi hingga situasi lebih jelas.
Baker menjelaskan bahwa tarif modern dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara. Pertama, konsumen menghadapi beban finansial tambahan akibat kenaikan harga barang-barang mahal seperti kendaraan dan peralatan rumah tangga. Banyak individu yang memilih untuk menunda pembelian barang-barang tersebut hingga kondisi stabil kembali. Di sisi lain, bisnis juga harus menghadapi tantangan serupa, terutama jika mereka bergantung pada komponen impor. Dampak ini tidak hanya mempengaruhi perusahaan besar tetapi juga usaha kecil yang kurang mampu menyerap biaya tambahan. Meskipun ada sejumlah bisnis yang mungkin mendapatkan keuntungan dari hambatan perdagangan, kelompok ini hanya merupakan minoritas. Secara keseluruhan, kebijakan tarif ini kemungkinan besar akan menambah beban bagi sebagian besar pelaku ekonomi dan meningkatkan risiko resesi di masa depan.