Upaya mewujudkan perdamaian dunia melalui perspektif gender semakin ditekankan dalam berbagai forum internasional. Di Indonesia, tokoh-tokoh perempuan menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung agenda Women, Peace, and Security (WPS). Irine Yusiana dari Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR menegaskan bahwa pengakuan terhadap kontribusi perempuan di bidang perdamaian dan keamanan masih sangat minim. Dalam diskusi yang digelar di Universitas Pertahanan, Irine menekankan perlunya afirmasi kebijakan agar perempuan dapat berpartisipasi secara setara dengan laki-laki dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Ia juga menyoroti bahwa komitmen terhadap kesetaraan gender harus diwujudkan melalui tindakan konkret, bukan sekadar pidato kosong.

Pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan strategis juga disoroti oleh Desy Ratnasari dari Komisi I DPR. Menurut Desy, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara. Mengacu pada Resolusi 1325 Dewan Keamanan PBB, Desy menegaskan bahwa perempuan tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek aktif dalam pelaksanaan kebijakan pertahanan. Dengan melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan, kebijakan yang dibuat akan lebih responsif terhadap kebutuhan semua pihak. Sinergi antara parlemen, eksekutif, serta forum internasional seperti PBB dan Uzbekistan menjadi kunci untuk memperkuat posisi perempuan sebagai aktor utama dalam penanganan konflik global.

Masyarakat global saat ini membutuhkan langkah-langkah nyata untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam pembahasan perdamaian dan keamanan. Melalui pendidikan dan standarisasi global, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mendukung partisipasi perempuan di tingkat internasional. Dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi semua individu untuk berkontribusi dalam upaya membawa perdamaian dan stabilitas kepada dunia.