Debat memanas terjadi di kalangan musisi Indonesia akhir-akhir ini, berkaitan dengan sistem pembayaran royalti yang diusulkan oleh Ahmad Dhani. Melalui gagasan direct license, Dhani berupaya mengubah cara kerja industri musik, namun ide tersebut mendapat penolakan dari beberapa rekan seniman. Mereka lebih memilih mekanisme resmi yang telah ditetapkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), alih-alih melakukan pembayaran langsung kepada pencipta lagu. Sistem yang ada saat ini dinilai memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih jelas bagi seluruh pelaku industri musik.
Ahmad Dhani, salah satu tokoh sentral dalam perdebatan ini, menyoroti ketidaktransparanan sistem royalti yang dikelola oleh LMK. Menurutnya, lembaga tersebut sering kali gagal dalam menjalankan tugas utamanya, khususnya dalam pengelolaan royalti dari pertunjukan musik live. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa skema direct license dapat menjadi solusi yang lebih adil dan efisien. Dalam sistem yang diusulkannya, para pengguna lagu akan bertanggung jawab untuk membayar royalti langsung kepada pencipta tanpa perantara LMK. Hal ini, menurut Dhani, mampu memastikan bahwa pendapatan royalti sepenuhnya masuk ke tangan pencipta lagu.
Sementara itu, pandangan Dhani tidak sepenuhnya didukung oleh semua pihak. Salah satu musisi yang memiliki sudut pandang berbeda adalah Ariel NOAH. Dalam kesempatannya, Ariel menyampaikan keyakinannya pada pentingnya mekanisme kolektif yang sudah mapan melalui LMK. Ia bahkan pernah menyatakan bahwa siapa pun bebas menyanyikan lagu-lagu ciptaan NOAH tanpa harus meminta izin secara langsung darinya. Bagi Ariel, selama penyelenggara acara atau pihak terkait telah mematuhi prosedur pembayaran melalui LMK, maka hal tersebut sudah cukup. Sikap ini kemudian menuai kritik pedas dari Dhani, yang menilai bahwa sikap seperti itu hanya mencerminkan egoisme dan kurang memperhatikan hak-hak sesama pencipta lagu.
Perselisihan ini semakin memperlihatkan perbedaan pandangan di antara para pelaku industri musik. Meskipun demikian, upaya untuk mencari solusi yang saling menguntungkan tetap menjadi fokus utama. Diskusi ini juga menunjukkan betapa kompleksnya regulasi dalam dunia musik modern, di mana transparansi dan keadilan menjadi elemen yang sangat penting.
Pada akhirnya, perdebatan terkait sistem royalti ini membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai masa depan industri musik di Indonesia. Para pelaku industri harus bersatu guna menemukan metode yang tidak hanya adil bagi pencipta lagu, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan praktis dari seluruh pihak yang terlibat. Langkah-langkah konkrit yang diambil di masa mendatang akan menentukan arah perkembangan industri musik nasional secara keseluruhan.