Pekan ini, pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) menjadi sorotan utama di panggung ekonomi internasional. Penyebab utamanya adalah ketidakpastian yang meningkat akibat perang dagang serta prospek pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Menurut analisis dari Dana Moneter Internasional (IMF), perekonomian AS diproyeksikan akan mengalami perlambatan signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini memicu penilaian ulang terhadap permintaan global untuk aset berdenominasi dolar. Selain itu, mata uang regional seperti yen Jepang dan dolar Singapura menguat secara signifikan, sementara rupiah Indonesia masih tertekan.
Dalam konferensi pers World Economic Outlook edisi April, Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, menjelaskan bahwa pelemahan dolar telah berlangsung cukup luas selama beberapa minggu terakhir. Ini terkait dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS yang semakin nyata. Pada 2025, pertumbuhan ekonomi AS diprediksi hanya mencapai 1,8%, turun dari realisasi sebelumnya pada 2024 yang sebesar 2,8%. Bahkan, pada tahun 2026, proyeksi ini diperkirakan akan menurun lebih lanjut hingga 1,7%. Faktor lain yang memperburuk situasi adalah meningkatnya ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan global.
Situação ini mendorong para pelaku pasar untuk meninjau kembali preferensi mereka terhadap aset dolar. Secara year to date (YTD), indeks dolar AS (DXY) telah mengalami depresiasi lebih dari 9%. Mata uang Asia juga menunjukkan performa yang kuat melawan dolar. Yen Jepang mencatat apresiasi tertinggi hingga 10,6% YTD, diikuti oleh dolar Singapura yang naik sebesar 4,1%, dan won Korea Selatan dengan penguatan 3,8%. Namun, rupiah Indonesia tampaknya belum mampu menunjukkan tren positif, dengan pelemahan mencapai 4,72% YTD.
Gourinchas menyoroti bahwa kombinasi antara ketegangan perdagangan, prospek pertumbuhan ekonomi AS yang lebih rendah, serta penyesuaian permintaan global terhadap aset dolar telah memberikan tekanan signifikan terhadap mata uang AS. Situasi ini mengindikasikan adanya perubahan dinamis dalam arus modal global, yang mempengaruhi stabilitas nilai tukar di berbagai negara.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa ketidakpastian geopolitik dan ekonomi memiliki dampak besar terhadap stabilitas nilai mata uang dunia. Para pengamat memprediksi bahwa tren ini dapat berlanjut jika tidak ada langkah konkret untuk meredam ketegangan perdagangan global. Seiring waktu, negara-negara berkembang perlu menyiapkan strategi untuk menghadapi volatilitas nilai tukar yang semakin kompleks.