Hari Raya Waisak, yang diperingati oleh umat Buddha di seluruh dunia, mencakup makna mendalam terkait tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama. Di Indonesia, hari ini telah ditetapkan sebagai hari libur nasional melalui serangkaian kebijakan sejak tahun 1983. Perayaannya berpusat di Candi Borobudur, salah satu monumen agama Buddha tertua di dunia. Selain itu, proses pembangunan Candi Borobudur juga menunjukkan kejelian teknik konstruksi nenek moyang Indonesia tanpa menggunakan bahan perekat modern.
Perayaan Waisak memiliki nilai historis yang kaya serta menjadi penghubung antara budaya lokal dengan komunitas global. Sementara itu, arsitektur Candi Borobudur merefleksikan kecanggihan teknologi zaman dulu yang mampu menghasilkan karya monumental meskipun dibangun tanpa alat modern.
Waisak merupakan hari suci bagi umat Buddha yang dirayakan secara meriah di Indonesia. Acara ini menandai kelahiran, penerangan, dan kematian Buddha Gautama. Sejarah panjang perayaan ini dimulai sejak tahun 1929, dengan pusat utama di Candi Mendut dan Candi Borobudur. Kegiatan ini telah diakui sebagai bagian dari tradisi nasional melalui berbagai aturan resmi seperti Keputusan Menteri Agama dan Keputusan Presiden pada tahun 1980-an.
Pada masa kini, Waisak tidak hanya menjadi momen spiritual bagi umat Buddha di Tanah Air tetapi juga menarik minat internasional. Dengan adanya penyesuaian waktu perayaan sesuai siklus bulan purnama, Waisak semakin memperkuat identitas budaya Indonesia. Selain itu, Candi Borobudur berfungsi sebagai simbol kesatuan antara nilai-nilai religius dan keberagaman masyarakat Indonesia. Pusat perayaan ini juga membuka peluang bagi umat Buddha dari berbagai negara untuk hadir dan berpartisipasi langsung dalam ritual tersebut.
Candi Borobudur, sebagai salah satu warisan budaya dunia, dibangun pada era Dinasti Syailendra sekitar abad ke-8. Pembangunan candi ini dilakukan dengan metode unik yang tidak bergantung pada bahan perekat modern seperti semen. Nenek moyang kita menggunakan teknik interlock, di mana setiap batu dipahat sedemikian rupa sehingga saling mengunci tanpa memerlukan lem tambahan.
Proses pembangunan Candi Borobudur adalah hasil kolaborasi besar-besaran antara ribuan pekerja. Batu andesit yang digunakan berasal dari daerah jauh dan harus diangkut menuju lokasi. Setelah itu, batu-batu tersebut dipahat dengan presisi tinggi agar dapat disusun menjadi bentuk piramida bertingkat. Teknik penyusunan ini sangat kompleks karena membutuhkan perhitungan akurat agar struktur tetap kokoh hingga ketinggian 30 meter. Meskipun demikian, pencapaian ini menunjukkan betapa canggihnya pemikiran teknis nenek moyang kita dalam membangun sebuah monumen agama yang megah dan abadi hingga saat ini.