Penunjukan Kardinal Robert Francis Prevost sebagai Paus Leo XIV telah menarik perhatian luas dari berbagai kalangan internasional. Tidak hanya diakui sebagai simbol spiritualitas, sosok yang kini dikenal dengan nama Paus Leo XIV ini dipandang sebagai peluang baru bagi gereja dalam menjawab tantangan zaman modern. Dengan latar belakangnya sebagai seorang misionaris dan pemimpin komunitas religius, ia membawa visi penting yang melampaui batasan agama. Menurut Marcellus Hakeng Jayawibawa dari Dewan Pakar Pengurus Pusat Pemuda Katolik, pemilihan nama "Leo" mengindikasikan keseriusan paus baru untuk melanjutkan semangat reformasi yang dimulai oleh Paus Leo XIII, terutama dalam memperjuangkan hak-hak manusia dan keadilan sosial.
Pada masa ketika dunia sedang menghadapi fragmentasi sosial, ekonomi, serta ekologis, kedatangan Paus Leo XIV disambut sebagai harapan baru. Sebagai warga negara Amerika Serikat yang memiliki pengalaman global, ia diyakini dapat menjadi mediator nilai-nilai universal dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks. Karakteristik kepemimpinan Paus Leo XIV, yang digambarkan sebagai sederhana dan dekat dengan umat, membuatnya relevan dalam menjembatani berbagai isu lintas batas seperti krisis iklim, ketidakadilan sosial, hingga transformasi digital.
Banyak pihak meyakini bahwa Paus tidak hanya harus menjadi penjaga warisan spiritual tetapi juga pelopor transformasi moral global. Menurut Marcellus Hakeng Jayawibawa, gereja saat ini dituntut untuk turun langsung ke tengah-tengah masyarakat, mendengarkan suara kaum muda, dan menjadi sahabat dalam pencarian makna hidup mereka. Keberadaan Paus Leo XIV memberikan semangat baru bagi organisasi-organisasi pemuda Katolik di Indonesia, yang mengharapkan arah gereja lebih inklusif dan terbuka.
Selain itu, sosok Paus Leo XIV juga dinilai mampu menghubungkan nilai-nilai kemanusiaan dengan realitas global yang serba dinamis. Dengan latar belakangnya sebagai misionaris dan pemimpin ordo religius, ia memiliki rekam jejak panjang dalam melayani komunitas marginal dan miskin. Hal ini membuatnya siap menghadapi tantangan besar dalam menyuarakan nilai-nilai moral yang berani di tengah situasi dunia yang penuh ketegangan.
Harapan akan era baru gereja yang lebih responsif terhadap perubahan zaman terlihat jelas dengan pemilihan Paus Leo XIV. Melalui kepemimpinannya, gereja diharapkan bisa menjadi pelopor perubahan moral secara global, bukan hanya sebagai institusi spiritual tradisional. Dengan demikian, Paus Leo XIV memiliki potensi besar untuk memperkuat peran gereja dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan berkeadilan.