Panglima TNI saat ini, Jenderal Agus Subiyanto, telah menarik perhatian publik akibat keputusan kontroversial terkait pembatalan mutasi sejumlah perwira tinggi. Sejak dilantik pada November 2023, Agus mengambil alih posisi Laksamana TNI Yudo Margono yang pensiun. Namanya kembali menjadi sorotan karena kebijakan mutasi yang diubah, termasuk kasus Letjen Kunto Arief Wibowo, putra mantan wakil presiden Try Sutrisno. Selain itu, latar belakang pribadi Agus juga menunjukkan perjalanan hidup yang penuh tantangan dan keteguhan.
Pada masa kepemimpinan Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI, muncul isu besar terkait revisi daftar mutasi beberapa perwira tinggi (Pati). Awalnya, keputusan mutasi dikeluarkan melalui surat resmi bernomor Kep/554/IV/2025. Namun, tak lama setelah pengumuman tersebut, sebuah telegram elektronik keluar dengan nomor Kep/554.a/IV/2025 yang membatalkan sebagian mutasi. Salah satu nama yang mencuat adalah Letjen Kunto Arief Wibowo, yang awalnya akan dipindahkan dari Pangkogabwilhan I ke Staf Khusus KSAD namun kemudian ditarik kembali.
Keputusan ini memicu spekulasi luas di kalangan militer dan masyarakat umum. Banyak pihak menyatakan bahwa adanya pembatalan secara mendadak menimbulkan pertanyaan tentang proses internal yang mungkin tidak transparan. Beberapa analis bahkan merujuk pada faktor politik atau tekanan eksternal yang memengaruhi keputusan tersebut. Dalam situasi ini, Jenderal Agus Subiyanto berada di pusat perhatian sebagai sosok yang harus menjaga integritas institusi TNI sekaligus menghadapi dinamika kompleks yang terjadi di dalam tubuh militer.
Tak banyak orang tahu bahwa jalan menuju kesuksesan Jenderal Agus Subiyanto dipenuhi rintangan signifikan. Dilahirkan di Cimahi, Jawa Barat pada 5 Agustus 1967, Agus dibesarkan oleh ayahnya, seorang veteran TNI, setelah ibunya meninggalkan keluarga. Lingkungan rumah yang keras membuat Agus sering kali kabur dari rumah dan terlibat konflik fisik. Setelah kepergian sang ayah, ia hidup bersama ibu tirinya sambil bergantung pada tunjangan pensiun yang minim.
Perubahan besar dalam hidup Agus terjadi ketika dirinya ditangkap oleh petugas polisi militer karena melanggar aturan lalu lintas. Saat itu, ia dan temannya tertangkap tanpa helm. Pengalaman di Kantor Denpom menjadi momen penentu. Tubuhnya diinjak dengan sepatu kulit oleh seorang petugas, yang kemudian membuka mata Agus tentang disiplin dan tanggung jawab. Inilah yang memotivasinya untuk mendaftar ke Sekolah Calon Bintara (Secaba), meskipun pada awalnya gagal melewati tahap seleksi akhir. Namun, tekadnya tak padam hingga akhirnya berhasil masuk ke dunia militer dan meraih prestasi gemilang sebagai Panglima TNI.