Penindasan terhadap praktik korupsi dalam sistem keadilan Indonesia semakin diperketat. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyerukan agar para hakim dan pengacara yang diduga terlibat dalam kasus suap penyesuaian putusan hukum atas perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO) dihukum secara maksimal. Sebanyak empat hakim serta beberapa pengacara telah tersangkut dalam skandal ini. Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, sanksi berat harus diberlakukan karena pelaku merupakan bagian dari sistem peradilan yang seharusnya menjaga integritas, bukan merusaknya. Ancaman hukuman seumur hidup disebut-sebut sebagai salah satu opsi mengingat kerugian negara yang sangat besar.
Mengawasi perilaku hakim menjadi fokus utama dalam pemberantasan praktek-praktek korupsi di lingkungan yudisial. Boyamin menekankan pentingnya keterbukaan Mahkamah Agung (MA) terhadap pengawasan Komisi Yudisial (KY). Ia menyatakan bahwa evaluasi eksternal sangat dibutuhkan untuk memberantas mafia hukum. Evaluasi ini mencakup aspek profesionalisme dan keputusan-keputusan yang diambil oleh hakim. Dengan adanya pengawasan ketat, diharapkan akan muncul rasa takut pada mereka yang bermaksud melakukan tindakan melawan hukum. Selain itu, sanksi seperti pemindahan ke daerah terpencil atau pembatasan promosi juga dapat menjadi alternatif dalam proses perbaikan sistem.
Sistem pengawasan yang lebih transparan sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945 akan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum bertindak demi kebenaran dan keadilan. Keberadaan Komisi Yudisial tidak hanya untuk memeriksa keluaran putusan tetapi juga untuk menjamin bahwa setiap putusan dilakukan secara adil tanpa intervensi apapun. Dengan demikian, upaya pemberantasan korupsi di kalangan yudisial adalah langkah maju menuju peradilan yang lebih jujur dan akuntabel, sehingga masyarakat dapat percaya sepenuhnya pada sistem hukum yang ada.