Dalam diskusi yang digelar oleh Komunitas Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (KPMI), para narasumber menyampaikan bahwa pengelolaan air bersih tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Dengan pendekatan yang inklusif dan berbasis regulasi yang kuat, harapannya adalah menciptakan sistem yang dapat bertahan hingga masa depan.
Amir Hamzah, seorang pakar metropolitan dari Budgeting Metropolitan Watch, menyoroti bahwa akses air bersih merupakan salah satu faktor utama yang menentukan kelangsungan hidup manusia. Menurutnya, tanpa adanya perhatian serius terhadap pengelolaan air bersih, masyarakat akan menghadapi berbagai kendala sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, peran masyarakat sangat diperlukan, baik dalam bentuk individu maupun lembaga.
Masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk terlibat langsung dalam pemantauan serta peningkatan kualitas air yang dikonsumsi. Misalnya, masyarakat bisa membantu melakukan pelaporan terkait kondisi air di lingkungannya, bekerja sama dengan pihak terkait untuk menjaga sumber air baku tetap bersih, serta memastikan distribusi air dilakukan secara adil dan transparan. Hal ini menjadi langkah awal menuju tata kelola air yang lebih baik di Jakarta.
Sugiyanto atau lebih dikenal sebagai SGY dari Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) menegaskan perlunya kebijakan yang jelas dan komprehensif dalam pengelolaan air bersih di Jakarta. Kebijakan tersebut harus mencakup standarisasi layanan air minum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta menetapkan target-target yang realistis bagi pemerintah daerah.
Lebih lanjut, SGY menjelaskan bahwa ada beberapa model kebijakan yang dapat diterapkan, seperti penggunaan perusahaan daerah, kerja sama publik-swasta (public private partnership), atau bahkan melibatkan sektor swasta sepenuhnya. Setiap model memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, sehingga pemilihan model yang tepat harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan prioritas pembangunan daerah.
Adjie Rimbawan, Direktur Eksekutif KPMI, mengungkapkan bahwa pengelolaan air bersih di Jakarta menghadapi tantangan besar namun juga membuka peluang signifikan untuk inovasi. Salah satu tantangan utama adalah ketersediaan air baku yang semakin terbatas akibat urbanisasi yang pesat dan pola konsumsi yang kurang efisien.
Di sisi lain, ada potensi besar untuk meningkatkan akses air bersih bagi semua warga Jakarta secara adil. Tarif air yang masih relatif murah dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia juga memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan investasi lebih besar pada infrastruktur air bersih. Adjie sangat mendukung rencana Perumda PAM Jaya untuk mencapai cakupan 100% air bersih pada tahun 2030, meskipun hal ini memerlukan upaya keras dari semua pihak terkait.
Pengembangan teknologi dan infrastruktur menjadi aspek penting dalam pengelolaan air bersih di Jakarta. Dengan dukungan teknologi modern, distribusi air dapat dilakukan lebih efisien dan terukur. Contohnya, penggunaan sensor pintar untuk memantau kualitas air secara real-time dapat membantu mengidentifikasi masalah sebelum menjadi krisis besar.
Selain itu, investasi pada infrastruktur air bersih seperti pipa distribusi yang lebih tahan lama dan sistem penyaringan air yang canggih juga menjadi prioritas. Hal ini tidak hanya memperbaiki kualitas air yang dikonsumsi, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional sehingga tarif air dapat ditekan agar tetap terjangkau bagi semua kalangan masyarakat.