Ibadah iktikaf merupakan salah satu amalan sunnah yang direkomendasikan dalam hari-hari terakhir bulan Ramadan. Bagi kaum wanita, pelaksanaan iktikaf memiliki aturan khusus yang harus diperhatikan. Pertama, wanita yang ingin melakukan iktikaf harus mendapatkan izin dari suaminya jika tidak berada dalam pengawasan langsung suami. Kedua, masjid tempat iktikaf harus kondusif dan aman bagi perempuan. Selain itu, rukun iktikaf mencakup menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beberapa ulama juga menyebut bahwa iktikaf wanita hanya sah jika dilakukan di masjid, meskipun ada pendapat minoritas yang membolehkan iktikaf di rumah pada tempat biasa salat.
Dalam praktiknya, iktikaf adalah cara untuk fokus mendekatkan diri kepada Allah melalui doa, dzikir, dan ibadah lainnya. Oleh karena itu, kaum muslimah disarankan untuk memanfaatkan waktu 10 hari terakhir Ramadan secara optimal guna meraih keberkahan Lailatul Qadr.
Ketika seorang wanita berniat melakukan iktikaf, beberapa syarat umum harus dipenuhi. Pertama, individu tersebut harus beragama Islam dan telah mampu membedakan antara hal yang benar dan salah (mumayyiz). Kedua, wanita yang beriktikaf harus dalam keadaan suci, artinya tidak dalam keadaan haid atau nifas. Ketiga, ia harus menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Tuhan. Niat ini menjadi esensi utama iktikaf sehingga tanpanya, tindakan tersebut tidak akan sah.
Selain syarat-syarat dasar, ulama menyatakan bahwa wanita harus memperoleh izin dari suami atau wali jika ingin melakukan iktikaf di luar rumah. Hal ini didasarkan pada hadits yang menyebutkan larangan bagi seorang istri untuk berpuasa tanpa seizin suaminya. Meski demikian, jika iktikaf bersama suami, izin tidak diperlukan asalkan situasi tetap sesuai dengan norma agama. Dalam konteks ini, penting bagi wanita untuk memastikan bahwa masjid yang dipilih memiliki lingkungan yang aman dan nyaman untuk pelaksanaan ibadah mereka.
Banyak ulama sepakat bahwa iktikaf wanita hanya sah jika dilakukan di masjid seperti halnya pria. Ini didasarkan pada prinsip bahwa salah satu rukun iktikaf adalah menetap di masjid. Namun, ada pendapat minoritas dari kalangan Hanafi yang menyatakan bahwa wanita dapat melakukan iktikaf di tempat salat di rumahnya. Perbedaan pandangan ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam pemahaman hukum fiqih, meskipun mayoritas ulama lebih condong pada persyaratan ketat yaitu iktikaf harus di masjid.
Pendapat mayoritas yang mengharuskan iktikaf dilakukan di masjid didasarkan pada dalil-dalil kuat seperti perilaku Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan ayat Al-Qur'an. Sebagai contoh, Surat Al-Baqarah menjelaskan bahwa menetap di masjid adalah bagian integral dari ibadah ini. Selain itu, riwayat-riwayat dari istri-istri Nabi juga menunjukkan bahwa mereka melakukan iktikaf di masjid bersama beliau. Meskipun demikian, faktor keamanan tetap menjadi pertimbangan utama. Jika kondisi masjid tidak memungkinkan atau membahayakan wanita, maka iktikaf di rumah sebagai alternatif bisa dipertimbangkan. Pada akhirnya, tujuan utama iktikaf adalah menciptakan suasana spiritual yang mendukung agar seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan khusyuk dan fokus.