Zakat Fitrah memiliki makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan bagi masyarakat. Tradisi ini menjadi salah satu pembeda penting dibandingkan jenis zakat lainnya, karena dikeluarkan sebelum pelaksanaan shalat Idulfitri. Dari perspektif etimologi, kata Fithr dan Fithrah mengandung konotasi berbeda, namun keduanya menunjukkan esensi kesucian dan kemurnian. Menurut Ustaz Hanif Luthfi, asal muasal penamaan Zakat Fitrah berasal dari momen Idulfitri atau bahkan dari makna fitrah sebagai kesucian. Hal ini menegaskan bahwa zakat ini bukan hanya soal ritual, tetapi juga simbol pemurnian diri.

Manfaat Zakat Fitrah dapat dirasakan secara luas oleh dua kelompok utama, yakni pemberi dan penerima. Bagi mereka yang melaksanakan zakat ini, manfaatnya adalah sebagai sarana untuk membersihkan amal ibadah di bulan Ramadan dari tindakan yang tidak bernilai. Pada sisi lain, penerima zakat, terutama kelompok fakir miskin, mendapatkan dukungan nyata untuk memenuhi kebutuhan dasarnya selama hari raya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, zakat ini bertujuan untuk memberikan kecukupan kepada orang-orang yang kurang mampu pada hari Lebaran, sehingga mereka tidak perlu lagi mengemis. Ini menciptakan suasana kebahagiaan kolektif yang merata di antara semua lapisan masyarakat.

Sistem zakat dalam Islam mengajarkan keseimbangan antara hubungan vertikal dengan Tuhan dan horizontal dengan sesama manusia. Al-Qur'an sering kali menyebutkan zakat bersamaan dengan salat, yang menunjukkan betapa pentingnya zakat sebagai bagian integral dari ibadah. Melalui praktik ini, umat Islam diajak untuk tidak hanya beribadah secara pribadi, tetapi juga turut berkontribusi terhadap kesejahteraan sosial. Dengan demikian, nilai-nilai keadilan, solidaritas, dan tanggung jawab sosial menjadi inti dari ajaran agama ini, menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.