Organisasi Muhammadiyah telah menetapkan tanggal perayaan Idulfitri tahun 2025. Dalam penetapan ini, hari raya akan dirayakan pada Senin, 31 Maret 2025, berdasarkan metode hisab astronomi yang digunakan secara konsisten oleh organisasi tersebut. Penetapan ini memicu perhatian luas karena ada kemungkinan keselarasan antara Muhammadiyah, pemerintah, dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam menetapkan jadwal serupa.
Berita penting mengenai penentuan jadwal Idulfitri telah diresmikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berdasarkan penghitungan astronomis, Hari Raya Idulfitri pada tahun 1446 Hijriah diprediksi jatuh pada 31 Maret 2025. Pengumuman ini disampaikan melalui maklumat resmi dengan nomor referensi tertentu yang menjelaskan hasil perhitungan bulan Ramadan, Syawal, serta Zulhijjah.
Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal, yaitu teknik perhitungan berbasis posisi bulan secara ilmiah tanpa bergantung pada pengamatan langsung. Dengan cara ini, mereka dapat memastikan bahwa umat Islam memiliki informasi terkini tentang jadwal ibadah sejak jauh hari sebelumnya. Selain itu, potensi adanya kesepakatan serempak antara lembaga-lembaga agama lain seperti Kementerian Agama dan NU menjadi daya tarik tersendiri.
Menjelang waktu yang ditetapkan, pemerintah Indonesia akan menyelenggarakan sidang isbat untuk menegaskan pengamatan bulan baru. Sidang ini dijadwalkan berlangsung pada 29 Maret 2025 sebagai tahap akhir sebelum penetapan resmi dari pihak berwenang.
Dari sisi lokasi, keputusan ini mencakup seluruh wilayah Indonesia meskipun pengumuman awal berasal dari pusat Muhammadiyah. Dalam konteks waktu, jadwal ini memberikan cukup ruang bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri menuju momen suci tersebut.
Dengan demikian, meski setiap kelompok memiliki pendekatan unik dalam menetapkan awal bulan Syawal, sinergi antarlembaga tampak mulai terbentuk, terutama pada tahun-tahun mendatang.
Dari perspektif seorang jurnalis maupun pembaca, artikel ini menunjukkan pentingnya harmonisasi dalam perbedaan metode penentuan hari raya. Keselarasan antara Muhammadiyah, pemerintah, dan NU tidak hanya membantu mempermudah rencana publik tetapi juga mencerminkan nilai-nilai toleransi dan kerja sama dalam masyarakat pluralistik. Ini menjadi pelajaran berharga bahwa meskipun kita menggunakan cara-cara berbeda untuk mencapai tujuan yang sama, dialog dan pemahaman saling menghormati tetap menjadi inti dari solusi bersama.