Dalam beberapa hari terakhir, mata uang rupiah menunjukkan tren penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Setelah mencapai titik terendahnya di level Rp16.565/US$, rupiah berhasil bangkit dengan cepat. Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa meskipun ada tantangan eksternal, upaya domestik untuk memperkuat nilai tukar rupiah telah memberikan hasil yang positif. Salah satu kebijakan penting adalah kewajiban parkir Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA), yang diharapkan dapat meningkatkan cadangan valuta asing dalam negeri. Menurut Josua, pergerakan rupiah akan sangat bergantung pada keberhasilan kebijakan ini. Jika berhasil, tambahan devisa sebesar US$60 hingga US$80 miliar dapat memberikan dorongan positif bagi rupiah.
Di tengah-tengah musim transisi, mata uang rupiah mengalami peningkatan dramatis dalam empat hari terakhir, dari Rp16.575/US$ menjadi Rp16.250/US$. Pergerakan ini tidak lepas dari pelemahan indeks dolar AS (DXY) yang mencapai posisi terendahnya sejak November 2024. Di sisi lain, kebijakan domestik juga berperan penting. Mulai awal Maret 2025, pemerintah menerapkan kewajiban parkir DHE SDA bagi para eksportir. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan cadangan valuta asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Josua Pardede menegaskan bahwa kombinasi antara tantangan eksternal dan upaya domestik akan menentukan masa depan rupiah. Dalam jangka pendek, rupiah diproyeksikan tetap stabil di kisaran Rp16.000, namun hal ini sangat bergantung pada keberhasilan implementasi kebijakan DHE.
Sebagai seorang pembaca, informasi ini membuka mata kita tentang pentingnya sinergi antara faktor eksternal dan domestik dalam menentukan kekuatan mata uang. Kebijakan yang tepat dan adaptif dapat memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional. Dengan demikian, kita harus terus mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperkuat rupiah dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di kancah global.