Pengadilan Negeri Solo akan menggelar dua sidang gugatan terhadap mantan Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), pada Kamis (24/4/2025). Sidang tersebut mencakup perkara dengan nomor 96/Pdt.G/2025/PN Skt yang berkaitan dengan wanprestasi mobil Esemka dan perkara nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt terkait perbuatan melawan hukum soal ijazah. Kedua perkara ini dipimpin oleh majelis hakim berbeda tetapi akan diadakan secara bergiliran karena jadwalnya bertepatan.
Dalam perkara pertama, seorang warga Kota Solo bernama Aufaa Luqmana Re A menuduh pihak tergugat melakukan pelanggaran kontrak terkait kendaraan nasional Esemka. Tergugat dalam kasus ini melibatkan nama-nama besar seperti Joko Widodo sebagai tergugat utama, KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden, serta PT Solo Manufaktur Kreasi selaku produsen mobil tersebut. Sidang ini dipimpin oleh hakim ketua Putu Gede Hariadi bersama anggota Subagyo dan Joko Waluyo.
Perkara kedua melibatkan pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq, yang mempermasalahkan dokumen pendidikan Jokowi. Dalam gugatan ini, tergugat meliputi Joko Widodo, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solo, SMAN 6 Solo, dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Majelis hakim untuk perkara ini juga dipimpin oleh Putu Gede Hariadi dengan anggota Sutikna dan Wahyuni Prasetyaningsih.
Bambang Ariyanto, Humas PN Solo, menjelaskan bahwa meskipun waktu sidang sama, prosesnya akan dilakukan secara bergantian. Ia juga menekankan bahwa tidak ada persiapan khusus untuk pengamanan luar biasa, mengingat semua perkara dianggap sama pentingnya. Ruang sidang terbuka untuk umum, namun kapasitas ruangan menjadi batasan bagi jumlah penonton yang dapat hadir langsung.
Dari sudut pandang seorang jurnalis, kasus ini menunjukkan betapa setiap tindakan publik figur, terutama pemimpin negara, dapat memiliki dampak signifikan bahkan setelah masa jabatannya berakhir. Hal ini juga memberikan gambaran tentang bagaimana sistem hukum di Indonesia tetap berfungsi tanpa memandang status sosial atau politik seseorang. Keberanian masyarakat untuk membawa persoalan hingga ke meja hijau adalah bentuk demokrasi yang hidup, meskipun hasil akhir belum diketahui.