Peningkatan jumlah kematian jamaah haji dari Indonesia pada musim haji tahun ini menarik perhatian serius dari Tim Amirul Hajj. Menurut laporan, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Kendala terkait izin operasional klinik dan tenaga kesehatan Indonesia di Arab Saudi menjadi salah satu faktor penyebabnya. Selain itu, sebagian besar jamaah memiliki riwayat penyakit kronis, serta banyak di antaranya termasuk kelompok lanjut usia. Pemerintah sedang mempertimbangkan strategi baru untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi jamaah selama pelaksanaan ibadah.
Dalam beberapa pekan terakhir, situasi kesehatan jamaah haji Indonesia mendapatkan sorotan signifikan. Dr. Taruna Ikrar, yang juga menjabat sebagai Kepala BPOM, menyampaikan bahwa hingga menjelang puncak haji, jumlah kematian mencapai 108 jiwa. Angka ini melampaui catatan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Dalam konferensi pers resmi, ia menyoroti pentingnya penanganan masalah izin operasional fasilitas kesehatan Indonesia di Arab Saudi. "Kendala ini menghambat kemampuan petugas medis dalam memberikan layanan maksimal kepada jamaah," ujar dr. Taruna.
Menurut informasi yang diterima oleh otoritas kesehatan, kendala utama muncul akibat ketentuan lokal yang memerlukan lisensi operasional untuk tempat pelayanan dan personel kesehatan asing yang bekerja di wilayah Arab Saudi. Hal ini membuat para tenaga medis Indonesia kesulitan dalam memberikan dukungan langsung kepada jamaah yang membutuhkan bantuan darurat. Akibatnya, banyak jamaah memilih untuk menahan rasa sakit mereka di hotel karena takut dirujuk ke rumah sakit setempat, di mana mereka merasa kurang nyaman akibat faktor bahasa dan lingkungan sosial.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hampir tiga perempat jamaah haji Indonesia pada tahun 2024 memiliki kondisi kesehatan kronis atau komorbid. Penyakit seperti pneumonia dan serangan jantung menjadi ancaman utama selama mereka berada di Arab Saudi. Selain itu, mayoritas jamaah berasal dari kelompok lanjut usia, yakni berusia di atas 60 tahun. Situasi ini menambah kompleksitas tantangan yang harus dihadapi oleh tim kesehatan yang dikirim untuk mendampingi jamaah.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Kementerian Kesehatan sedang mempersiapkan strategi layanan kesehatan terpadu. Direktur Jenderal SDM Kesehatan, Yuli Farianti, menjelaskan bahwa rencana utama adalah mengintegrasikan tim kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dengan Tenaga Kesehatan Haji Kloter (TKHK). Dengan pendekatan ini, dokter spesialis akan ditempatkan di delapan markaz/maktab yang tersebar di lokasi ibadah utama. Selain itu, distribusi tenaga medis akan dioptimalkan agar dapat menjangkau lebih banyak jamaah di daerah yang memiliki kebutuhan lebih besar.
Melalui langkah-langkah strategis ini, diharapkan pelayanan kesehatan bagi jamaah haji Indonesia dapat ditingkatkan secara signifikan. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi risiko kematian selama pelaksanaan ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Kolaborasi dengan pihak berwenang di Arab Saudi juga menjadi prioritas utama guna memastikan bahwa semua jamaah mendapatkan perlindungan dan perawatan yang optimal.